Ingatan dari Masa Lalu

Dalam perjalanan saya ke Semarang pada Februari 2018, saya menempati bangku bersama ibu-ibu. Kedua ibu-ibu yang berada di depan saya itu sedang menikmati akhir pekannya dengan berkereta Solo-Semarang. Hanya sekedar naik kereta dari Solo ke Semarang dan langsung kembali ke Solo dengan kereta yang sama. Selama perjalanan ke Semarang itu saya cukup banyak mendengarkan ingatan-ingatan masa kecil mereka berdua bersama kereta. Dari lokomotif uap dengan rangkaian kereta kayu, yang kedua ibu-ibu tadi menyebutnya dengan Sepur Kluthuk, hingga Kuda Putih yang merupakan cikal-bakal kereta api Prambanan Ekspres (Prameks).


Stasiun Telawa, dalam perjalanan dari Semarang.

Ingatan kedua ibu-ibu tadi mengenai kereta uap kini benar-benar hadir kembali. Menjelang usianya yang ke-275 tahun, Kota Solo mendapatkan hadiah istimewa berupa sebuah lokomotif tua buatan Jerman yang berusia hampir satu abad. Lokomotif yang diberi nomor seri D1410 ini merupakan satu-satunya lokomotif uap seri D14 yang tersisa di Indonesia.

Sejalan dengan usianya yang sudah mencapai 99 tahun dan berhenti beroperasi sekitar tahun 1977, menghidupkan kembali lokomotif tua ini butuh waktu yang cukup lama. Lokomotif ini dibawa ke Solo pada tahun 2016 bersama dengan satu lokomotif tua lainnya yaitu seri D52. Lokomotif ini mulai diperbaiki sejak Februari hingga November tahun lalu dan pada 16 Februari 2020 kemarin, lokomotif D1410 benar-benar bangun dari tidur panjangnya.


Salah satu lokomotif milik perusahaan kereta api Staatsspoorwegen.
(De 1D1-tenderlocomotief van de Staatsspoorwegen-serie 1400 op West-Java. Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Minggu, 16 Februari 2020, hari bebas kendaraan bermotor di Solo tepatnya di depan Loji Gandrung dipenuhi warga yang antusias melihat kembali lokomotif tua ini. Banyak warga yang mengabadikan momen ini. Bagi saya sendiri ini merupakan momen yang bersejarah. Saya pernah membaca artikel tentang peringatan hari jadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) yang sekarang berubah menjadi PT KAI. Peringatan hari jadi yang ke-25 itu menghadirkan parade lokomotif. Ketika melihat foto-foto dalam parade itu, sungguh memanjakan imajinasi saya. Lokomotif uap itu memang gagah!

Sebelum kedatangan lokomotif D1410 dan D52 yang masih tertidur pulas di Stasiun Purwosari, Kota Solo sudah memiliki lokomotif tua C1218 yang ukurannya jauh lebih kecil. Kereta api ini dikenal dengan nama Jaladara. Sampai sekarang saya masih belum merasakan naik kereta uap itu. Hehehe. Kehadiran lokomotif D1410 ini digunakan untuk menunjang pariwisata di Kota Solo. Dalam rencananya rangkaian kereta api yang benar-benar kereta api ini, melayani rute Solo-Wonogiri. Saya sedikit menyayangkan bila lokomotif tipe besar seperti itu hanya melayani rute Solo-Wonogiri. Saya juga sedikit cemas dengan jalanan sepanjang Poerwosari Weg bila terlalu sering dilintasi kereta berukuran besar. Aih, saya membayangkan bila kereta api itu melayani rute Solo-Semarang. Rasanya akan benar-benar syahdu dalam perjalanan menuju Semarang!


Lokomotif D1410. Koleksi foto dari Mas Rinto (at)mikaelrinto.

Pekikan suara lokomotif disertai asap putih yang mengepul tinggi membawa ingatan saya kembali pada satu dekade sebelum lokomotif ini didatangkan oleh perusahaan kereta masa Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS). Pada tahun 1911 sebuah buku berjudul Guide Through Netherlands India diterbitkan. Dalam buku panduan perjalanan selama di Hindia Belanda itu, Kota Solo atau yang disebutkan di dalam buku adalah Surakarta, menjadi salah satu tujuan yang tidak boleh dilewatkan ketika berkunjung ke Hindia Belanda.

Setelah berkunjung ke Yogyakarta dan Candi Prambanan, perjalanan dilanjutkan menuju Surakarta. Selama menuju Surakarta dengan kereta api, akan disuguhi kombinasi pemandangan dari lereng Merapi, sawah yang membentang luas dikelilingi kampung-kampung, serta deretan batu yang menyusun Pegunungan Seribu.

Sesampainya di Kota Solo, direkomendasikan untuk menginap di Hotel Slier yang berada di pusat kota. Lokasinya sangat strategis, tidak terlalu jauh dari kediaman raja dan kawasan pemukiman Belanda. Hotel Slier merupakan hotel kelas wahid pada masa itu. Letaknya tepat di depan benteng Vastenburg. Hotel ini kini sudah tidak ada. Lokasinya yang sekarang berdiri bangunan baru yang merupakan perluasan dari eks gedung De Javasche Bank.
Di dekat Hotel Slier, terdapat kediaman raja (Keraton Kasunanan). Kediaman raja ini dikelilingi oleh tembok putih yang menjulang tinggi. Di lain seberang terdapat Istana Mangkunegaran serta jalanan yang dipenuhi pohon Asam Jawa. Selain itu, terdapat benteng kecil, Vastenburg, pemukiman warga Belanda dan Tionghoa. Keadaan yang seperti inilah yang membuat Surakarta menarik dan tidak ditemui di belahan mana pun di Hindia Belanda.

Hotel Slier te Soerakarta.
(Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Waktu terbaik mengunjungi Surakarta pada masa itu adalah saat tanggal 31 Agustus yang merupakan hari ulang tahun dari Ratu Belanda. Ingatan saya kemudian kembali pada masa Sriwedari saat ditunjukkan sebagai tempat perayaan atas kelahiran putri agung dari Belanda. Semua mata tertuju pada Sriwedari saat itu. Di Sriwedari pula, ketika berkunjung ke Surakarta pada bulan puasa, akan diadakan Maleman. Kegiatan Maleman ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat. Maleman adalah surga bagi orang kecil. Di sinilah, wong cilik mendapatkan hiburan guna mengobati rasa lelah mereka akibat benturan “kota ala Eropa”.

Slogan Solo The Spirit of Java sudah terekam sejak lama. Dalam buku petunjuk perjalanan selama di Hindia Belanda itu, ketika berada di Surakarta, maka kita sedang berada di jantungnya Dinasti Mataram. Tempat yang hangat dan begitu banyak festival. Di sinilah kita akan merasa menjadi orang Jawa. Seperti yang mulanya dirasakan oleh Ruud, ketika berkunjung ke Surakarta (Solo), ia merasa menjadi orang Jawa berbudaya Jawa.


Eks KA Kalijaga sebelum berangkat menuju Semarang.

Kota yang sudah saya tinggali lebih dari seperempat abad ini semakin bertambah tua. Bermula dari sebuah desa kecil yang berawa bernama Sala, kemudian dipilih sebagai lokasi ibu kota baru Dinasti Mataram Islam, dan berkembang hingga sekarang. Solo mempunyai segudang kisah yang menarik.

Kehadiran lokomotif uap ini pun menambah deretan panjang kisah tentang Kota Solo. Kisah yang akan menjadi ingatan manis di masa depan. Seperti manisnya ingatan kedua ibu-ibu yang saya jumpai sewaktu menuju Semarang dua tahun lepas, sebuah ingatan nan manis yang terukir di sudut bibir saat mengenang kisah dari masa lalu itu.


Referensi/sumber pendukung:
* J.H. De Bussy. 1911. Guide Through Netherlands India, Compiled by Order of the Koninklijke Paketvaart Maatschappij. Amsterdam. Royal Packet Steam Navigation Co.
* digitalcollections.universiteitleiden.nl

Post a Comment

0 Comments