Tentang Candi Sukuh dan Sebuah Asa dalam Para Kidung

Di atas gapura masuk, di sisi barat dan timur terpahat relief berupa Kala. Di lantai gapura terdapat sebuah relief unik. Relief yang menggambarkan bentuk penis dan vagina saling menyatu. Kesan pertama dari relief ini adalah merepresentasikan tentang simbol kesuburan.


Keberadaan candi ini memang menarik perhatian sedari awal ditemukan. Tentunya yang paling menarik perhatian orang-orang adalah relief yang terpahat begitu natural. Tak jarang pula candi ini dicap porno maupun erotis lantaran relief penis dan vagina begitu nyata. Padahal jika mau melihat lebih dalam, makna yang tersirat sangat penuh dengan pembelajaran.

Episode Hindhu-Buddha Di Tanah Jawa kali ini masih singgah di tepi barat lereng gunung Lawu. Sebuah candi peninggalan Majapahit di akhir masa jayanya yang berada di ketinggian kurang lebih 910 mdpl. Sebuah candi peninggalan masa Hindhu-Buddha dan juga sebagai saksi tentang redupnya surya Majapahit di lereng Wukir Mahendra Giri. Kini, candi di atas ketinggian 910 mdpl itu dikenal dengan nama Candi Sukuh.



Orang-orang berhiaskan kain kampuh yang melingkar di pinggang saling bergantian menuju teras pertama pada candi Sukuh. Sebuah gapura dengan pintu dari jeruji besi di sisi timur dan barat, mengamankan relief berbentuk penis dan juga vagina yang terikat melingkar oleh sebuah tali. Orang-orang ada yang melewatkan begitu saja dan ada pula yang tiba-tiba senyum sendiri ketika melihat relief yang terpahat di lantai gapura ini.
Relief berbentuk penis dan vagina di lantai gapura ini bukan hanya sebagai penolak bala tetapi juga mempunyai pesan penting bahwa salah satu harga diri manusia terletak pada itu.
Sebelumnya ketika hendak memasuki teras pertama pada candi Sukuh orang-orang akan melewati gapura ini. Jika melihatnya maknanya yang tersirat pada relief penis dan vagina ini adalah sebagai pembersihan diri dari pikiran kotor sebelum masuk ke dalam candi. Namun karena seringnya terinjak oleh orang-orang yang lewat akhirnya pintu gapura ini dipagar besi agar relief tidak rusak lebih jauh.



Hawa dingin kian terasa ditambah matahari selalu tertutupi oleh awan. Kabut tipis yang hampir selalu menutupi candi Sukuh kali ini tak terlihat. Namun tetap saja suasana mistis masih begitu terasa. Orang-orang yang berkain kampuh kini sudah banyak yang berada di teras ketiga. Teras di mana menjadi teras utama dari candi Sukuh dan teras di mana tempat para kidung bersemayam untuk memberikan sebuah pelajaran.

Panil relief yang berjejer rapi, arca yang berbentuk garuda, maupun yang lainnya nampaknya sedikit terlupakan oleh pengunjung. Hanya arca kura-kura dan candi utama yang menjadi pusat perhatian pengunjung. Padahal kidung-kidung yang berada di teras utama ini juga menjadi satu kesatuan dengan candi utama. Beberapa orang pun ada yang berfoto di arca yang kepalanya tidak ada di mana arca tersebut sikap tangannya sedang memegang penisnya. Ah, semoga tidak ada maksud untuk menistakan arca ini.



Perjalanan Majapahit sebagai sebuah kerajaan mengalami sebuah kemunduran. Situasi dan juga kondisi ibukota kerajaan terus memanas. Menepinya sang Prabu Brawijaya V yang dikatakan sebagai raja terakhir Majapahit ke lereng gunung Lawu seakan menjadi penanda bahwa surya Majapahit mulai pudar. Candi Sukuh seolah-olah menjadi saksi tentang redupnya surya Majapahit.

Para kidung baik kidung Sudamala, Garudheya, Samudramanthana, maupun Nawaruci yang berada di teras utama ini tak mampu untuk mengembalikan situasi kerajaan seperti sediakala. Simbolisasi tentang proses peng-ruwatan yang tergambar dalam setiap kidung tak bisa berbuat banyak. Nasib kerajaan besar ini sudah ditentukan oleh Sang Hyang Widi bila masa Majapahit haruslah berakhir.



Pengunjung saling menunggu untuk bisa menuju tempat paling atas di candi utama. Bergantian antara yang ingin turun dan yang ingin naik. Di tempat ini, di puncak candi utama yang menjadi favorit pengunjung untuk berfoto. Jika cuaca cerah maka kota Solo dengan latar belakang gunung Merapi dan Merbabu akan nampak dengan indahnya. Namun sayang awan mendung menggantung di langit Bumi Intanpari matahari pun tersamar olehnya. Orang-orang yang naik menuju puncak candi utama secara sadar atau tidak sama seperti melakukan sebuah pendakian di mana untuk mencapai kesucian diri dan sebagai perenungan diri untuk mencapai hakekat hidup selanjutnya.



Kepopuleran tentang sebuah paradigma bahwa candi Sukuh adalah candi porno, erotis, maupun vulgar membuat kisah dalam para kidung yang bersemayam di teras utama seakan hilang begitu saja. Padahal para kidung ini menjadi saksi tentang sebuah usaha dari seorang raja demi kerajaannya.
Kidung-kidung yang ada bisa mengindikasikan bahwa itu semua adalah bentuk usaha mengembalikan situasi seperti sebelumnya saat Majapahit jaya gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.
Langit mendung yang kian pekat di atas candi Sukuh agaknya sedikit memberikan isyarat padaku jika perjalanan Hindhu-Buddha ini sudah harus berakhir.


Majapahit sudah ditentukan bila harus berakhir. Sang Hyang Widi mempunyai rencana tersendiri bagi Majapahit. Dan akhirnya surya dari kerajaan besar ini tenggelam dan bersemayam di tepi barat lereng Wukir Mahendra Giri.


Referensi/sumber pendukung:
* Marijke Duijker. 2010. THE WORSHIP OF BHIMA: The representations of Bhima on Java during the Majapahit Period. Volume I. Amsterdam. EON Pers.
* Djoko Adi Prasetyo. Cerminan Etika dalam Hubungan Antar-manusia. Analisis pada Beberapa Ornamen Candi Sukuh. Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Universitas Airlangga. Surabaya.
* Etty Saringendyanti. 2008. Candi Sukuh dan Ceto Di kawasan Gunung Lawu: Peranannya pada Abad 14-15 Masehi. Fakultas Sastra. Universitas Padjadjaran. Bandung.
* Anonim. Pembebasan dengan Ruwatan pada Abad XV di Candi Sukuh.


Catatan tambahan:
* Perjalanan menuju Candi Sukuh dari kota Solo bisa ditempuh dengan rute sebagai berikut:
Solo - Karanganyar kota - Ngargoyoso - masuk ke kawasan wisata Candi Sukuh Candi Cetho - sampai di bekas retribusi masuk kawasan wisata ambil lurus - ketika bertemu pertigaan Candi Sukuh dan Kemuning ambil arah lurus - sampai di lokasi.
Ketika masuk Ngargoyoso ikuti saja plakat penunjuk arah Candi Sukuh. Bila bingung tanya pada warga setempat.
* Harga tiket masuk Candi Sukuh sebesar Rp 7.000,00.
* Kain kampuh disediakan di sebelah loket dengan biaya seikhlasnya.
* Pastikan kendaraan dalam kondisi baik karena tanjakan cukup tajam.
* Dan tentunya tetap hormati candi ketika sedang berkunjung.

Post a Comment

4 Comments

  1. Dadi kelingan masih punya utang kesini mas hehe.

    Bener sih bukan vulgarnya, tp memang simbol2 tsb memang memiliki makna yg luas. Kadung pikirane sing ora2 sing dolan mrene :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, kudu dolan Solo maneh mas Ang. Engko neng Mangkunegaran genti.

      Bener, maknane dalam bgt jane. Tapi ya itu mungkin uwis ngeres disik, hehehe.

      Delete