Merekam Ingatan Taman Jurug

Bagi generasi milenia kota Solo mungkin mengenal Jurug hanya sebagai sebuah kebun binatang di kota Solo yang terletak di tepi Bengawan Solo, namun tidak begitu bagi para generasi lawas. Mereka mengenal Jurug bukan hanya sebagai kebun binatang saja tetapi juga sebagai sebuah taman yang sarat akan nostalgia masa muda dan cerita asmara.



Cahyaning bulan, nrajang pucuking cemoro
Angin kang teko, sasat nggowo gending tresno
Banyu bengawan, sinorot cahyaning bulan
Lir sewu dian, alerap nggugah kenangan

Lantunan tembang campursari berjudul Taman Jurug yang dipopulerkan oleh Nurhana sedikit banyak menggugah kenanganku dengan kebun binatang Jurug atau yang sekarang dikenal dengan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Terakhir kali aku berkunjung ke Jurug adalah sewaktu kelas satu SMA dulu, itupun berkunjung karena ada tugas mata pelajaran biologi yang mengupas tentang Kingdom.

Perjalananku ke Jurug sebenarnya untuk singgah sebentar di Taman Gesang. Tetapi Taman Gesang sendiri berdiri di dalam kompleks Taman Jurug, sehingga ketika berkunjung ke Taman Gesang sekaligus juga berkunjung ke kebun binatang Jurug yang sudah termahsyur di kalangan masyarakat Soloraya.


Siang itu langit kota Solo sedikit kurang bersahabat. Awan mendung sudah menggantung sedari pagi menjelang. Tetapi itu tak mengubah niatanku untuk berkunjung ke Jurug. Kendaraan-kendaraan bermotor rupanya sudah cukup banyak memenuhi halaman parkir setibanya aku di sana. Maklum saja, aku berkunjung pada waktu akhir pekan dan di waktu siang.

Suasana teduh aku rasakan ketika baru saja masuk ke kebun binatang Jurug. Pohon-pohon tinggi dan berjejer rapi di kanan kiri menjadi penyambut para pengunjung. Di ujung jalan setelah pintu masuk terdapat tempat para gajah dikandangkan. Sewaktu kecil dahulu aku masih ingat betapa serunya naik gajah di Jurug ini. Namun sayang, saat ini hewan-hewan di Jurug terlihat kurang terawat.

Beranjak dari kandang gajah, tak jauh dari itu terdapat koleksi aneka burung. Pun adapula pengunjung yang berfoto dengan burung. Tak pelik berfoto dengan burung ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.



Selepas Susuhunan Paku Buwono X mangkat, kota Solo perlahan mulai kurang terawat. Raja Besar dari Kasunanan itu meninggalkan begitu banyak warisan salah satunya adalah Bon Rojo atau yang lebih dikenal dengan nama Taman Sriwedari. Ketidakterawatan Bon Rojo menjadi titik awal berdiri Taman Satwa Taru Jurug.
Taman Jurug berdiri tahun 1972 dan pada tahun 1986 pemerintah kota Solo mengambil alih kebun binatang yang berada di Bon Rojo dan memindahkannya ke Taman Jurug. Dan kemudian Taman Jurug berubah nama menjadi Taman Satwa Taru Jurug.
BonBin (kebun binatang) Sriwedari begitu termahsyur di kalangan masyarakat kota Solo dan sekitar. Kepindahannya ke Taman Jurug sedikit banyak mempengaruhi kondisi Sriwedari terlebih setelah dipindahkannya gajah kesayangan Sinuhun Paku Buwono X bernama Kyai Anggoro ke Jurug membuat Sriwedari kehilangan ruhnya. Gajah Kyai Anggoro ini merupakan suatu magis tersendiri bagi para generasi lawas yang tumbuh besar sejalan dengan Taman Sriwedari.


Pengunjung saling berlalu-lalang menikmati Taman Jurug. Ada yang berjalan kaki seperti diriku ada pula yang naik kereta kelinci ataupun Bendi. Pedagang-pedagang pun tak luput sibuk menawarkan dagangannya kepada para pengunjung. Di ujung jalan setelah koleksi burung terdapat taman yang merupakan apresiasi Jepang kepada musik keroncong dan Gesang. Ya, di ujung timur jalan selepas koleksi burung, di tepi Bengawan Solo berdiri sebuah taman bernama Taman Gesang. Sayang, taman ini sangat tidaklah terawat. Padahal dahulu musik keroncong selalu menghiasi taman ini.

Seabad Gesang
Jejak Nyanyian Sang Bengawan Di Taman Gesang.

Selepas dari Taman Gesang langkah kaki ini melanjutkan menikmati kebun binatang Jurug. Beragam koleksi satwa dan flora menjadi pemikat tersendiri bagi para pengunjung. Angsa-angsa nampak mondar-mandir menyusuri danau kecil yang berada di tengah-tengah taman Jurug. Tak luput pula beberapa pengunjung menikmati area danau dengan perahu kayuh.





"Ngopo neng Jurug? Arep madake rupo?"

Bila ingat ataupun pernah bercanda dengan kalimat di atas maka dapat dipastikan bahwa anda termasuk generasi lawas, hehehe.

Selain gajah salah satu daya pikat kebun binatang Jurug adalah Orangutan. Koleksi di kebun binatang Jurug terdapat dua ekor Orangutan. Mereka nampak sedang bermalas-malasan ketika aku sampai di kandang mereka. Status mereka sudah terancam punah. Seharusnya sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk terus melestarikannya, salah satunya adalah dengan tidak merusak habitat mereka di alam liar.

Di salah satu sudut mendadak menjadi pusat perhatian. Hal itu karena seekor merak jantan sedang meregangkan ekornya. Meskipun kondisi bulu merak ini tak begitu bagus tetapi hal itu tidak menjadi penghalang keindahan bulu ekor merak jantan yang sedang meregang bak sebuah kipas.



Langkah kaki perlahan terus berkeliling menikmati koleksi Taman Jurug. Harimau yang sedang berteduh dari terik matahari, buaya yang samar-samar terlihat di antara air, ular yang tengah bersantai di pojok ruangan, hingga para unta sedang sedang asyik menikmati makanannya. Tak terasa sudah 3 jam lebih aku berada di kebun binatang Jurug. Dan akhirnya aku putuskan untuk pulang setelah nostalgia ingatan masa kecil ini sudah terpuaskan.

Berkunjung ke Taman Jurug benar-benar memutar ingatan masa kecilku. Ketika naik gajah, melihat aneka satwa adalah hal begitu menyenangkan sewaktu masa kecil dahulu. Satu hal yang menjadi catatan penting adalah keadaan para satwa di kebun binatang Jurug ini haruslah lebih diperhatikan.

Perjalanan Jurug entah sebagai taman ataupun kebun binatang sudah cukup panjang. Generasi demi generasi saling berganti mengisi memori akan Jurug. Cerita cinta, asmara masa muda, dan berlibur dengan keluarga adalah beberapa memori yang menghiasi Jurug dari generasi ke generasi. Dan pada akhirnya Jurug akan selalu ada dalam ingatan kota Solo yang selalu bisa menggugah kenangan, sama seperti yang tertulis di salah satu bait lagu Taman Jurug "Alerap nggugah kenangan".


Generasi milenia boleh berbangga dengan wisata yang instagramable dan kekinian tetapi (mungkin) bagi generasi lawas kebun binatang menjadi suatu magis tersendiri karena sebagian perjalanan masa kecilnya dihiasi betapa serunya bertamasya ke kebun binatang.

Jadi kapan terakhir kali berkunjung ke kebun binatang?


Beberapa dokumentasi lainnya:








Catatan tambahan:
* Taman Satwa Taru Jurug ini berlokasi di jalan Ir. Sutami No. 40, Kentingan, Jebres, Surakarta. Menuju TST Jurug sangatlah mudah karena berada di batas timur kota Solo. Tepatnya di sebelah timur Universitas Sebelas Maret (UNS) atau sebelah barat jembatan perbatasan Solo dengan Karanganyar. Bila masih bingung bisa gunakan google maps, di situ TST Jurug sudah terlokasi.
* Harga tiket masuk sebesar Rp.15.000,00 per orang.
* Taman Satwa Taru Jurug buka setiap hari mulai pukul 08.00 - 16.00 WIB.

Post a Comment

0 Comments