Kediri, Rasa, dan Cerita

Berbicara mengenai blog ini, berbicara juga tentang Pakelonan. Blog ini hadir kembali karena ada kisah luar biasa dari Pakelonan yang enggan tuk dilupakan begitu saja. Alasan itulah menjadi dasar alasan mengapa blog ini hidup kembali. Rasanya aku sudah lama sekali tidak menulis tentang Pakelonan di blog ini. Terakhir kali aku menulis tentang Pakelonan adalah ketika Nicky alias Si Tupai Loncat ini menuntaskan diri sebagai mahasiswa di program studi Teknik Sipil.

Maret tahun ini agaknya tak hanya tentang kampus yang berdiri di tanggal Sebelas Maret saja tetapi juga tentang sebuah kabar bahagia yang datang dari Kediri. Ya, kabar itu datang dari Fariza yang segera menuntaskan masa lajangnya. Ah, akhirnya Pakelonan pecah telur juga, hahaha.


Selamat kawan.

Pesan dari Fariza membawaku kembali menuju Kediri. Kali ini bukan untuk jalan-jalan seperti dahulu tetapi menghadiri pesta pernikahan dari kawanku itu. Hah, dunia terkadang memang berlalu dengan cepat. Rasanya baru kemarin ia menuntaskan diri sebagai mahasiswa dan kini sudah menuntaskan masa lajangnya. Selamat, kini kau sudah menjadi seorang kepala keluarga.

Suasana kota Solo masih begitu sunyi, maklum saja waktu masih menunjukkan pukul 02.30 pagi hari. Jalanan lenggang kota Solo membawaku dan Aziz menuju kos Nicky. Sapa dan senyum lebar menyambutku dan Aziz sesampainya di kos Nicky. Begitu juga dengan tawa khas yang langsung membisingkan kamar di sudut ruangan ini. Agaknya tentang sebuah kabar yang terus menjadi tanya kini terbalas sudah dengan kehadiran Aziz kali ini.
Hai teman
Apa kabar?
Lama tak kudengar suaramu
Apa harimu bermentari
Adakah malam
Dihiasi mimpi
Ada rindu yang terbalaskan, ada tanya yang terjawab, pun ada cerita lama yang terkisahkan kembali dan ada sebuah cerita baru ketika berkumpul seperti ini. Rasanya memang begitu sulit untuk melepas itu semua. Ya, tentang rasa yang terulang ketika satu persatu jejaka Pakelonan menuntaskan diri sebagai mahasiswa.



Cukup lama aku, Onad, Lampung, Tupai, Mbah No, dan Bayu menunggu kehadiran Memed dan Arif. Waktu pun sudah menunjukkan pukul setengah empat lebih dan ketika semua peraonil sudah datang, sesegeralah kami semua berangkat menuju Kediri. Sepanjang perjalanan menuju Kediri, Si Lampung terus saja mengoceh meramaikan suasana di dalam mobil. Gelak tawa pun hadir begitu saja ketika ia melontarkan ocehannya. Ya, begitulah Lampung dengan segalanya sifatnya. Ia selalu saja bisa membawa tawa ketika sedang bersua. Dan di beberapa kesempatan harus aku akui bawah terkadang aku merindukan tingkah absurd anak ini.
Ingatkah engkau kawan
Kita pernah bercanda
Di bawah bulan purnama
Yang amat terang
Ingatkah engkau kawan
Kita pernah bersuka duka
Mengarungi semuanya
Di kota ini
Nampaknya, sepenggal lirik di atas terasa begitu pas ketika kami mengingat semua hal konyol yang pernah kami lakukan semasa kuliah dahulu. Andai waktu bisa diputar kembali, sejenak aku ingin mengulang masa-masa itu, tapi rasanya itu tak mungkin karena kehidupan ini terus berputar. Obrolan tentang kekonyolan masa dahulu menjadi teman perjalanan kali ini. Di beberapa kesempatan juga menyempatkan untuk melakukan panggilan video kepada Badak yang tidak bisa ikut.



Melintasi gapura selamat datang di Kediri, jembatan baru, dan juga pabrik Gudang Garam begitu memutar ingatanku. Ah, rupanya masih ada rasa yang tertinggal di Kediri. Kediri dengan segala aktivitas paginya menyambut kami dan mengantarkan kami menuju tempat pernikahan dari kawan lama itu. Ketika melewati Gudang Garam, aku langsung teringat bagaimana aku, Aziz, Lampung, Apif, dan juga Gilang tersesat sewaktu pertama kali ke Kediri.

Jarak tempat resepsi tak begitu jauh dari dari rumah Fariza. Tak berselang lama kamipun tiba di lokasi acara. Ketika kami sampai acara sudah dimulai dan dari luar terdengar bahwa Fariza dan Imah sedang melaksanakan prosesi Sungkeman. Hah, ternyata kawan seperjuangan itu benar-benar sudah mengakhiri perjalanan hatinya. Selamat, semoga bahagia selalu menyertai kalian berdua dan juga keluarga.

Raut muka tegang Fariza tak bisa disembunyikan. Rupanya tak hanya aku yang merasakan hal itu, Nicky pun juga sama. Selama prosesi acara kami tak bisa bertatap langsung dengan Fariza lantaran tempat duduk sudah penuh. Di lokasi acara ini juga kami bertemu dengan Wildan dan Budi. Pun dengan rasa bahagia yang belum usai, ada kabar bahagia lainnya. Bahwa Budi juga segera menuntaskan masa lajangnya.



Kakak adik yang dipertemukan kembali.

Siang itu begitu terik, matahari di langit Kediri begitu cerah. Prosesi demi prosesi acara inti sudah berlangsung dan tibalah dipenghujung acara. Fariza sebenarnya meminta kami untuk menunggu hingga acara selesai dan setelah itu mengobrol sejenak. Tetapi mengingat waktu yang ada kamipun harus segera meinggalkan Kediri dan aku yang disuruh menjadi perwakilan untuk berpamitan kepada Fariza.

"Iki cah-cah wis arep balik Ja. Pamit disik yo. Budi yo arep neng Ponorogo"
"Halah, kok cepet men. Kwe durung foto karo aku"
"Wis, ora opo-opo. Pamit disik yo Ja."

Itulah percakapan singkat antara aku dan Fariza sebelum pergi meninggalkan Kediri. Tangan ini kembali berjabat, bukan lagi untuk mengantarkan kepergian seorang kawan melainkan untuk mengucap selamat. Tangan ingin kembali berjabat untuk mengucap setiap doa yang terpanjat.

Raut muka Fariza sedikit berubah ketika aku menyampaikan kata pamit kepadanya untuk pulang kembali ke kota Solo. Barangkali ada sesuatu yang hendak ia sampaikan setelah acara selesai tetapi kami keburu pulang kembali ke Solo.


Perjalanan hatinya yang sudah sering aku dengar ketika sedang bersantai di teras depan Pakelonan dahulu kini sudah berakhir. Berakhir pada kata akad dan sepakat untuk menjalani kehidupan dalam berumah tangga. Selamat kini kau sudah menjadi seorang kepala kaluarga. Selamat, kini kau sudah terikat dalam akad. Selamat menempuh hidup baru. Dan sekali lagi selamat atas tuntasnya masa lajangmu.

Kediri akan selalu mempunyai kisah tersendiri bagiku. Tentang rumahmu, perjalanan kita, dan tentunya tentang hangatnya sebuah kebersamaan ketika menghabiskan waktu di Kediri dahulu. Terima kasih akan semua waktu di masa dahulu. Senang rasanya ketika kau sudah menuntaskan masa lajangmu. Barangkali inilah yang dinamakan bahagia karena kebahagiaan orang lain.

Selepas ini mungkin akan ada yang berubah. Prioritasmu kini adalah keluarga barumu. Perihal temu memang sudah tak seperti dahulu. Tetapi, ada sebuah asa untuk tetap menjaga komunukasi di antara kita, pun di antara Pakelonan.
Terima kasih untuk semua kisah yang tercipta di Pakelonan dahulu
Terima kasih untuk ramahnya sambutan ketika berkunjung ke rumahmu
Terima kasih untuk semuanya
Perjalanan pulang menuju kota Solo ditemani oleh rintik hujan. Agaknya semestapun ikut berbahagia atas tuntasnya masa lajangmu. Doaku untuk kebahagiaanmu hei teman seperjuangan. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan dan sekali lagi selamat atas tuntasnya masa lajangmu.

Post a Comment

0 Comments