Kala Senja Di Candi Barong

Tak banyak orang yang berkunjung ke sini ketika aku sampai di Candi Barong. Hanya terlihat beberapa pasang muda-mudi yang sedang memadu kasih sembari menikmati senja. Sore hari ini cukup bersahabat walupun tak begitu cerah. Kunjunganku ke candi Barong tentunya masih dalam serangkaian perjalanan Hindu-Buddha Di Tanah Jawa. Setelah mengunjungi Candi Plaosan, ku pacu sepeda motor menuju candi Barong. Tak butuh waktu lama untuk sampai di sini, karena memang letaknya tak begitu jauh. Ya, meskipun lokasi candi Barong sendiri cukup mblusuk.


Candi Barong merupakan candi Hindu yang diperkirakan peninggalan masa kerajaan Mataram Kuno. Bentuk arsitektural dari candi Barong berbeda dari lazimnya candi-candi Hindu yang ada. Bila pada umumnya candi bercorak agama Hindu maka struktur candi adalah memusat dengan candi induk sebagai pusatnya dan dikelilingi candi-candi perwara. Lain halnya dengan candi Barong, candi ini mempunyai struktur memanjang khas seperti punden berundak. Hal inilah yang membuat candi Barong mempunyai keunikan tersendiri.



Memasuki halaman candi, terhampar rerumputan hijau dengan taman yang sudah tertata rapi. Deretan tembok batu menemani sepanjang jalan menuju teras candi. Candi Barong sendiri terbagi atas tiga teras. Teras teratas berdiri gagah dua candi, sedang untuk teras lainnya hanya berupa pelataran yang cukup luas. Sebelum menginjakkan kaki di teras pertama, terlebih dahulu kita akan melewati tangga yang ukurannya cukup lebar. Di teras pertama ini terdapat halaman yang cukup luas. Kondisinya cukup baik walaupun terlihat lumut di mana-mana. Ketika sampai di teras-teras candi Barong aku sedikit memimpikan bahwa tempat ini, teras-terasnya dapat digunakan sebagai panggung terbuka yang menampilkan sajian budaya. Tentunya dengan tetap menjaga kelestarian dari candi Barong sendiri. Dengan latar belakang dua candi dan langit malam penuh bintang akan menjadi suguhan tersendiri tentunya. Pada teras pertama ini juga terlihat batu-batu yang mungkin saja bekas pondasi suatu bangunan. Mengingat batu-batu itu cukup menonjol dari batu lainnya.


Terkisahkan dalam prasasti Ratu Boko (856 M) bahwa Sri Kumbaja atau Sri Kalasodbhava yang membangun tiga lingga, yaitu Krttiwasalingga dengan pendamping Dewi Sri, Triyarbakalingga dengan pendamping Dewi Suralaksmi, dan Haralingga dengan pendamping Dewi Mahalaksmi. Dan diperkirakan bangunan yang dimaksud adalah candi Barong. Keberadaan candi Barong diperkirakan sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Dewa Wisnu adalah salah satu dari tiga dewa tertinggi dalam kepercayaan agama Hindu. Sedang Dewi Sri merupakan salah satu çakti dari Wisnu dan dalam kepercayaan orang Jawa Dewi Sri adalah perlambang dari Dewi Padi.
Dan terukir juga dalam prasasti Pereng tahun 863 M yang ditulis dengan bahasa Sansekerta beraksara Jawa Kuno, menyebutkan bahwa pada tahun 784 Saka (860 M) Rakai Walaing Pu Kumbhayoni menganugerahkan sawah dan dua bukit di Tamwahurang untuk keperluan pemeliharaan bangunan suci Syiwa bernama Bhadraloka. Para ahli berpendapat bahwa Sri Kumbaja atau Sri Kalasodbhava adalah Pu Kumbhayani dan bangunan Syiwa yang dimaksud adalah Candi Barong.



Beranjak menuju teras teratas sebuah tangga yang cukup tinggi menjadi pintu masuknya. Di teras ketiga ini terdapat dua candi induk yang berjejer rapi. Satu di sisi utara satu lagi di sisi selatan. Kondisi candi induk masih cukup baik meski perawatan memang harus dilakukan. Beberapa sudut baik di teras maupun candi sudah ditumbuhi lumut. Hiasan makara candi berbentuk Barong yang menjadikan candi ini disebut sebagai Candi Barong. Sebelumnya dikenal dengan nama Candi Sari Suragedug. Relief-relief yang terukir bisa dikatakan cukup sederhana. Selain makara berupa Barong terdapat pula relief orang dan dedaunan.
Arca yang pernah ditempatkan di sana sudah tak bersisa, walaupun konon pada saat pemugarannya ditemukan 3 arca dewi dan 4 arca dewa yang berciri Syiwaistik.


Candi Barong dibangun dengan menghadap ke arah barat. Pada masa dahulu tentunya terdapat maksud tersendiri mengapa sebuah candi menghadap ke arah tertentu. Tetapi dewasa ini, arah candi yang mengahadap ke barat seperti ini terlebih letaknya yang berada di atas bukit menjadi primadona tersendiri untuk menikmati suasana terbenamnya matahari. Dari teras atas nampak pemandangan yang menyegarkan mata. Jika saat musim tanam padi, di depan teras pertama terdapat petak sawah kecil yang menjadi pemandangan tersendiri.

Beberapa pasang muda-mudi sedang asik memadu kasih sembari mengobral janji manis. Tawa renyah senyum terpesona sipu malu nampak dari eksepsi mereka. Ah, mungkin mereka pikir akan menjadi romantis ketika canda nada ceria cerita cinta ditemani senja sore hari. Sore hari ini senja tak begitu sempurna, hanya goresan jingga sepintas yang terlintas. Matahari sore tertutupi awan di ujung barat. Ya, tapi senja tetaplah senja. Seperti apapun ia berupa, selalu menjadi keromantisan tersendiri. Terlebih beberapa hari ini senja tak menyapa, hadirnya digantikan dengan rintik hujan sore hari.



Semburat jingga kian meredup, cahaya di timur sudah berganti gelap. Perjalanan singkat mengunjungi sisa-sisa kejayaan Nusantara masa Hindu-Buddha inipun berakhir meninggalkan Dewa Wisnu dan Dewi Sri Kala Senja Di Candi Barong.


Referensi/sumber pendukung:
* Kepustakaan Candi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang Candi Barong.


Catatan tambahan:
* Harga tiket masuk Candi Barong untuk wisatawan domestik sebesar Rp 5.000,00.
* Rute menuju Candi Barong cukup mblusuk tetapi sudah ada di google maps. Silahkan lihat peta google untuk jelasnya, karena akan panjang jika dijabarkan, hehehe.
* Candi Barong tutup jam 17.30 WIB.
* Dan yang terpenting untuk tetap menghormati candi itu sendiri.

Post a Comment

0 Comments