Candi merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan bangsa ini. Kejayaan Nusantara pada masa Hindu-Buddha cukup banyak meninggalkan bangunan-bangunan bersejarah berupa candi, terlebih di tanah Jawa. Keberadaan candi di masa sekarang selalu menyita perhatianku. Tentang bagaimana teknik pembangunan candi, alasan mendasar dibuatnya candi, relief-relief yang terukir, dan masih banyak lagi.
Hindu-Buddha Di Tanah Jawa adalah rangkaian perjalanan saya mengunjungi candi-candi yang ada di tanah Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mengawali rangkaian dari Hindu-Buddha Di Tanah Jawa, saya berkesempatan mengunjungi candi yang letaknya tak jauh dari Candi Prambanan yaitu Candi Plaosan.

Sejarah mencatat bahwa agama yang merujuk pada candi Plaosan adalah agama Buddha. Hal inipun juga terlihat dengan arca-arca Bodhisattwa yang ada di candi Plaosan baik di bagian induk maupun Mandapa. Masa pembangunan candi Plaosan sendiri masih menuai perdebatan di kalangan sejarahwan. De Casparis mengidentifikasikan bahwa candi Plaosan dibangun pada masa Rakai Pitakan, sedangkan menurut Kusen maupun Rina Anggraeni candi Plaosan dibangun pada masa sebelum Rakai Pitakan mengingat area candi yang cukup luas dan tidak mungkin dibangun pada waktu yang singkat. Di tahun 2003 sebuah prasasti dari lempengan emas yang beraksara jawa kuno ditemukan diantara candi perwara. Hingga saat ini masih belum terbaca sepenuhnya tetapi jika sudah terbaca mungkin saja akan bisa mengidentifikasikan pada masa siapa candi Plaosan dibangun.
Candi Plaosan terbagi atas Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Tetapi yang berhasil dipugar adalah candi Plaosan Lor sedangkan Plaosan Kidul tidak sepenuhnya bisa dipugar hanya bagian dasarnya saja. Gugusan candi Plaosan Lor sendiri terdiri atas tiga bagian yaitu candi induk yang terdiri dua buah, kemudian candi perwara juga stupa perwara, dan terakhir adalah bagian Mandapa.


Memasuki area candi, dua arca penjaga Dwarapala yang saling berhadapan menyambut siapa saja yang datang mengunjungi candi warisan dinasti Mataram Kuno ini. Sebelum masuk ke dalam candi induk di Plaosan Lor baik di bagian selatan maupun utara maka candi perwara akan lebih dahulu menyapa. Secara keseluruhan bagian perwara terdiri atas 58 candi perwara dan 114 stupa perwara. Perwara-perwara itu terbagi dalam tiga baris yang mengelilingi candi induk selatan maupun utara. Baris pertama terdiri dari 50 buah candi perwara, baris kedua terdiri dari 52 stupa perwara dengan 4 candi perwara di setiap sudutnya, dan baris ketiga memuat 62 stupa perwara dengan 4 candi perwara di setiap sudutnya.


Ketika masuk di candi induk selatan ataupun utara maka kita akan melewati gapura berbentuk Kori Agung. Sesampainya di candi induk bangunan dua tingkat menjulang cukup tinggi. Relief-relief yang terukir tertata rapi. Sungguh menarik deretan relief yang terpahat di dinding batu. Ciri khusus pada relief candi Plaosan terletak pada setiap tangan tokohnya. Di dalam candi induk terdapat ruang yang tidak terlalu luas terdiri dari tiga bilik. Di masing-masing bilik terdapat arca Bodhisattwa begitu juga di dinding biliknya yang terdapat relief. Kondisi ruangan yang gelap membatasi pandangan untuk menikmati goresan pahatan pada relief maupun arca Bodhisattwa. Di salah satu bilik, air merembes di sela-sela celah dinding dan ada pula yang menetes membasahi lantai bilik dalam kegelapan siang.



Lazimnya candi-candi Buddha, secara kosmologi terbagi atas tiga elemen yaitu Bhurloka, Bhuvarloka, dan Svarloka atau setara dikenal dengan Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Begitu juga dengan struktur candi induk utara maupun selatan di Plaosan Lor juga terdiri dari kosmologi di atas. Bagian kaki candi perlambang Kamadhatu, bagian tubuh yang terdiri dari dua lantai berserta arca di dalam bilik candi sebagai perlambang Rupadhatu, dan bagian atap candi yang dihiasi stupa-stupa kecil mengelilingi atap dan satu stupa sentral merupakan perlambang dari Arupadhatu.
Reruntuhan candi-candi perwara tergeletak begitu saja, banyak yang sudah aus dan juga ditumbuhi lumut. Yang berdiri bisa dihitung dengan jari. Membayangkan gugusan Plaosan Lor ketika masih utuh berdiri dengan candi induk dan perwaranya sungguh betapa megahnya tempat ini.


Di sisi paling utara dari gugusan Plaosan Lor terdapat sebuah Mandala dengan 21 arca buddha. Mandapa di candi Plaosan Lor ini berdasarkan konsep konsep Ratnatraya. Hal ini merujuk pada prasasti yang ditemukan di candi Plaosan Lor dan kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Susunan arca budha di bagian Mandapa diwujudkan dalam tiga dewa tertinggi dalam agama Budha yakni Bhatara Sri Sakyamuni, Bhatara Sri Lokeçvara, dan Bhatara Sri Vajrapani, yang ketiganya disebut dengan Bhatara Ratnatraya.
Altar di bagian Mandapa ini melambangkan adanya penerapan Garbhadatu-mandapa. Penerapan konsep ini tidak hanya di bagian Mandapa tetapi juga diterapkan pada kompleks candi Plaosan. Arca Bodhisattwa di Mandapa terbagi atas tiga kelas yaitu kelas Padma di sisi utara yang berjumlah lima buah, kelas Buddha di sisi timur atau tengah dengan jumlah arca sebelas buah, dan jelas Vajra berjumlah lima buah terletak di sisi selatan. Setiap arca di Mandapa memiliki menyimbolkan sosok tokoh tersendiri berdasarkan kepala dan posisi tangan arca.

Di bagian lantai altar Mandapa terdapat 24 batu yang timbul. Batu-batu ini diidentifikasi sebagai umpak untuk dijadikan penopang tiang kayu. Secara umum Mandapa berfungsi sebagai tempat ritual untuk meditasi yang dilakukan secara komunal sedangkan di bilik candi induk digunakan secara personal yang juga memungkinkan pembagian ruang antara laki-laki dan perempuan seperti candi induk utara untuk perempuan dan candi induk selatan untuk laki-laki.
Kunjungan saya berakhir setelah berkeliling di bagian Mandapa. Reruntuhan yang tersebar sejenak mengingatkan betapa jayanya candi ini di masa lalu. Hindu-Buddha akan selalu hidup disela-sela perjalanan panjang sejarah Nusantara. Candi di masa sekarang adalah media untuk pembelajaran. Bukan hanya sekedar tempat wisata melainkan jauh lebih daripada itu. Dan yang terpenting adalah tetap menghormati candi. Salah satunya adalah dengan tidak neko-neko ketika hendak mengabdikan foto, misalnya naik di atas candi dsb.


Dan akhirnya, Candi Plaosan akan selalu menjadi penanda tentang Buddha dan tentang kekuasaan dari dinasti Mataram Kuna di tanah Jawa.
Referensi/sumber pendukung:
* Danyarati, Sita. 2009. Relief Tokoh pada Bilik Candi Induk Plaosan Lor: Upaya Identifikasi dari Perspektif Keagamaan. Skripsi. Jurusan Arkeologi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia. Depok.
* Kepustakaan Candi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang Candi Plaosan.
* Perpustakaan Daerah Jawa Tengah tentang Candi Plaosan
* etd.repository.ugm.ac.id
Catatan tambahan:
* Harga tiket masuk Candi Plaosan sebesar Rp 3.000,00.
* Rute ke Candi Plaosan dari kota Solo:
Hindu-Buddha Di Tanah Jawa adalah rangkaian perjalanan saya mengunjungi candi-candi yang ada di tanah Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mengawali rangkaian dari Hindu-Buddha Di Tanah Jawa, saya berkesempatan mengunjungi candi yang letaknya tak jauh dari Candi Prambanan yaitu Candi Plaosan.
Sejarah mencatat bahwa agama yang merujuk pada candi Plaosan adalah agama Buddha. Hal inipun juga terlihat dengan arca-arca Bodhisattwa yang ada di candi Plaosan baik di bagian induk maupun Mandapa. Masa pembangunan candi Plaosan sendiri masih menuai perdebatan di kalangan sejarahwan. De Casparis mengidentifikasikan bahwa candi Plaosan dibangun pada masa Rakai Pitakan, sedangkan menurut Kusen maupun Rina Anggraeni candi Plaosan dibangun pada masa sebelum Rakai Pitakan mengingat area candi yang cukup luas dan tidak mungkin dibangun pada waktu yang singkat. Di tahun 2003 sebuah prasasti dari lempengan emas yang beraksara jawa kuno ditemukan diantara candi perwara. Hingga saat ini masih belum terbaca sepenuhnya tetapi jika sudah terbaca mungkin saja akan bisa mengidentifikasikan pada masa siapa candi Plaosan dibangun.
Candi Plaosan terbagi atas Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Tetapi yang berhasil dipugar adalah candi Plaosan Lor sedangkan Plaosan Kidul tidak sepenuhnya bisa dipugar hanya bagian dasarnya saja. Gugusan candi Plaosan Lor sendiri terdiri atas tiga bagian yaitu candi induk yang terdiri dua buah, kemudian candi perwara juga stupa perwara, dan terakhir adalah bagian Mandapa.
Memasuki area candi, dua arca penjaga Dwarapala yang saling berhadapan menyambut siapa saja yang datang mengunjungi candi warisan dinasti Mataram Kuno ini. Sebelum masuk ke dalam candi induk di Plaosan Lor baik di bagian selatan maupun utara maka candi perwara akan lebih dahulu menyapa. Secara keseluruhan bagian perwara terdiri atas 58 candi perwara dan 114 stupa perwara. Perwara-perwara itu terbagi dalam tiga baris yang mengelilingi candi induk selatan maupun utara. Baris pertama terdiri dari 50 buah candi perwara, baris kedua terdiri dari 52 stupa perwara dengan 4 candi perwara di setiap sudutnya, dan baris ketiga memuat 62 stupa perwara dengan 4 candi perwara di setiap sudutnya.
Ketika masuk di candi induk selatan ataupun utara maka kita akan melewati gapura berbentuk Kori Agung. Sesampainya di candi induk bangunan dua tingkat menjulang cukup tinggi. Relief-relief yang terukir tertata rapi. Sungguh menarik deretan relief yang terpahat di dinding batu. Ciri khusus pada relief candi Plaosan terletak pada setiap tangan tokohnya. Di dalam candi induk terdapat ruang yang tidak terlalu luas terdiri dari tiga bilik. Di masing-masing bilik terdapat arca Bodhisattwa begitu juga di dinding biliknya yang terdapat relief. Kondisi ruangan yang gelap membatasi pandangan untuk menikmati goresan pahatan pada relief maupun arca Bodhisattwa. Di salah satu bilik, air merembes di sela-sela celah dinding dan ada pula yang menetes membasahi lantai bilik dalam kegelapan siang.
Lazimnya candi-candi Buddha, secara kosmologi terbagi atas tiga elemen yaitu Bhurloka, Bhuvarloka, dan Svarloka atau setara dikenal dengan Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Begitu juga dengan struktur candi induk utara maupun selatan di Plaosan Lor juga terdiri dari kosmologi di atas. Bagian kaki candi perlambang Kamadhatu, bagian tubuh yang terdiri dari dua lantai berserta arca di dalam bilik candi sebagai perlambang Rupadhatu, dan bagian atap candi yang dihiasi stupa-stupa kecil mengelilingi atap dan satu stupa sentral merupakan perlambang dari Arupadhatu.
Reruntuhan candi-candi perwara tergeletak begitu saja, banyak yang sudah aus dan juga ditumbuhi lumut. Yang berdiri bisa dihitung dengan jari. Membayangkan gugusan Plaosan Lor ketika masih utuh berdiri dengan candi induk dan perwaranya sungguh betapa megahnya tempat ini.
Di sisi paling utara dari gugusan Plaosan Lor terdapat sebuah Mandala dengan 21 arca buddha. Mandapa di candi Plaosan Lor ini berdasarkan konsep konsep Ratnatraya. Hal ini merujuk pada prasasti yang ditemukan di candi Plaosan Lor dan kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Susunan arca budha di bagian Mandapa diwujudkan dalam tiga dewa tertinggi dalam agama Budha yakni Bhatara Sri Sakyamuni, Bhatara Sri Lokeçvara, dan Bhatara Sri Vajrapani, yang ketiganya disebut dengan Bhatara Ratnatraya.
Altar di bagian Mandapa ini melambangkan adanya penerapan Garbhadatu-mandapa. Penerapan konsep ini tidak hanya di bagian Mandapa tetapi juga diterapkan pada kompleks candi Plaosan. Arca Bodhisattwa di Mandapa terbagi atas tiga kelas yaitu kelas Padma di sisi utara yang berjumlah lima buah, kelas Buddha di sisi timur atau tengah dengan jumlah arca sebelas buah, dan jelas Vajra berjumlah lima buah terletak di sisi selatan. Setiap arca di Mandapa memiliki menyimbolkan sosok tokoh tersendiri berdasarkan kepala dan posisi tangan arca.
Di bagian lantai altar Mandapa terdapat 24 batu yang timbul. Batu-batu ini diidentifikasi sebagai umpak untuk dijadikan penopang tiang kayu. Secara umum Mandapa berfungsi sebagai tempat ritual untuk meditasi yang dilakukan secara komunal sedangkan di bilik candi induk digunakan secara personal yang juga memungkinkan pembagian ruang antara laki-laki dan perempuan seperti candi induk utara untuk perempuan dan candi induk selatan untuk laki-laki.
Kunjungan saya berakhir setelah berkeliling di bagian Mandapa. Reruntuhan yang tersebar sejenak mengingatkan betapa jayanya candi ini di masa lalu. Hindu-Buddha akan selalu hidup disela-sela perjalanan panjang sejarah Nusantara. Candi di masa sekarang adalah media untuk pembelajaran. Bukan hanya sekedar tempat wisata melainkan jauh lebih daripada itu. Dan yang terpenting adalah tetap menghormati candi. Salah satunya adalah dengan tidak neko-neko ketika hendak mengabdikan foto, misalnya naik di atas candi dsb.
Dan akhirnya, Candi Plaosan akan selalu menjadi penanda tentang Buddha dan tentang kekuasaan dari dinasti Mataram Kuna di tanah Jawa.
Referensi/sumber pendukung:
* Danyarati, Sita. 2009. Relief Tokoh pada Bilik Candi Induk Plaosan Lor: Upaya Identifikasi dari Perspektif Keagamaan. Skripsi. Jurusan Arkeologi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia. Depok.
* Kepustakaan Candi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang Candi Plaosan.
* Perpustakaan Daerah Jawa Tengah tentang Candi Plaosan
* etd.repository.ugm.ac.id
Catatan tambahan:
* Harga tiket masuk Candi Plaosan sebesar Rp 3.000,00.
* Rute ke Candi Plaosan dari kota Solo:
Solo - lampu merah candi Prambanan - belok kanan - lurus hingga menemui pertigaan - belok kanan - lurus ikuti jalan - sampai perempatan ambil lurus - Candi Plaosan.Atau jika dari Solo kemudian sampai di lampu merah Stasiun Brambanan belok kanan. Ikuti jalan maka akan sampai di perempat dengan penunjuk jalan candi Plaosan. Belok kanan dan ikuti jalan saja.
1 Comments
Terima kasih.
ReplyDelete