Mendadak Lawu: Sebuah Kisah Tim Ngo Prek Dut #1

Getar suara handphone dan sebuah notifikasi pesan muncul di beranda Xperia kesayangan. Sebuah pesan yang menjadi awal dari sebuah perjalanan, perjalanan kembali bersua dengan Sang Penebar Candu: Lawu.
Pesan dari seorang kawan lama, kawan kala seperjuangan dulu di bangku perkuliahan di jurusan Teknik Sipil. Sebuah ajakan untuk kembali menggapai puncak tertinggi gunung Lawu: Hargo Dumillah.
Sebenarnya pendakian ini hampir saja batal namun setelah intrik yang terjadi akhirnya pendakian ini pun bisa dilaksanakan. Aku sendiri sudah lama sekali tidak mendaki sebuah gunung, terakhir kali mendaki gunung ketika momen 17 Agustus 2015. Awalnya aku ragu ketika diajak untuk kembali lagi mendaki tetapi, hasrat rindu tak bisa dipungkiri dan akhirnya bersama Tim Ngo Prek Dut aku kembali di tanah Penebar Candu.


Hiruk pikuk kota Solo masih begitu sunyi, maklum saja jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari. Menembus sepi dan dinginnya kota Solo aku berangkat menuju stasiun Solo Jebres. Di tempat ini aku bertemu untuk pertama kalinya dengan sebagian dari Tim Ngo Prek Dut.
Deru lokomotif kian nyaring, gesekan antara roda kereta dengan spoor kian lirih dan Majapahit pun tepat sampai pukul 3.21 pagi. Satu persatu penumpang pun keluar dari stasiun namun batang hidung teman lama itu masih belum juga terlihat. Lama menunggu, akhirnya mereka terlihat juga keluar dari stasiun dan setelah satu tahun tak bertemu kami dipertemukan kembali. Ada rasa haru yang teramat ketika tangan saling berjabat. Perjalanan kemudian kami lanjut dan rombongan dari Solo berjumlah 6 orang.
Masih ada 4 orang lagi, mereka adalah rombongan dari Surabaya. Menerobos dingin pagi hari kami bergegas menuju basecamp Cemoro Sewu guna bertemu dengan rombongan dari Surabaya. Sekitar pukul 6.30 pagi Tim Ngo Prek Dut pun terkumpul. Untuk pertama kali bertemu dan saling mengenal tetapi suasana akrab sudah begitu nampak bak teman lama yang kembali bersua.


Pendakian Lawu kali ini akan melewati jalur Candi Cetho dan turun melewati jalur Cemoro Sewu. Untuk menuju basecamp Candi Cetho kami menyewa mobil sedang motor diparkir di basecamp Cemoro Sewu. Perjalanan menuju Candi Cetho dari Cemoro Sewu sekitar satu jam. Kurang lebih pukul 9.30 kami sampai di parkiran Candi Cetho. Istirahat sebentar dan mempersiapkan segalanya perjalanan menuju Hargo Dumillah pun dimulai.
Derap langkah perlahan namun pasti, selangkah demi selangkah. Entahlah, tim ini langsung membuat aku nyaman, tak seperti kebiasaanku yang canggung ketika bertemu orang untuk pertama kali. Di tim ini suasana bisa melebur ketika bertemu. Candi Kethek adalah gerbang awal jika melewati jalur Candi Cetho. Sampai di sini aku meminta waktu sebentar untuk sebuah kebiasaan lama ketika hendak mendaki gunung. Jika sudah pernah mendaki bersamaku maka ia akan tahu kebiasaan ini, hehehe.


Perjalanan awal menuju Hargo Dumillah pun resmi dimulai. Jalur yang masih begitu alami masih berupa tanah dengan vegetasi yang lumayan rapat adalah ciri khas jalur Candi Cetho. Tawa canda selalu hadir selama perjalanan. Perlahan jalan dan ketika rasa lelah melanda sedikit beristirahat. Itulah ritme pendakian ini. Tidak terlalu memaksa namun selalu teratur ritmenya.
Kicauan burung, hembusan angin, ranting yang saling bergesekan, menambah suasana syahdu nan alami. Dalam rombongan kami ada satu orang cewek dan nafsu makan ini anak di luar kewajaran, hahaha. Tingkat laparnya adalah tingkat dewa! Wkwkwk. Sesampainya di Pos 2 kami istirahat sejenak sembari mengisi perut. Cukup lama kami istirahat di Pos 2 ini, satu jam kami mengistirahatkan badan dan mengisi perut. Perjalanan kemudian dilanjutkan langkah semangat tim Ngo Prek Dut kembali lagi.



Kabut perlahan datang menutupi siang namun, sesekali hilang dari pandangan. Perjalanan menuju Pos 3 selalu diselingi kabut yang silih berganti. Perjalanan sedikit berhenti karena Mas Lempunk merasa kurang enak badan. Setelah Pos 3 rombongan kami pecah menjadi dua kloter dan bertemu di area camp setelah Pos 5. Mas Lempunk ini hanya butuh istirahat sejenak meski giginya sakit.
Ritmenya perjalanan masih sama. Sesampainya di Pos 4 beristirahat cukup lama, ketika hendak melanjutkan kloter Mas Lempunk ternyata sudah menyusul sampai di Pos 4. Kabut kian pekat dan temaram malam mulai nampak perjalanan menuju Pos 5 masih berada di pertengahan jalan. Udara dingin begitu terasa. Langit malam tak begitu bersahabat. Mendung! Di tengah menuju Pos 5 kloter pertama istirahat sebentar dan makan! Iya, makan lagi, hahaha.
Gerimis sudah menyapa dan kami bergegas menuju tempat bermalam. Tak butuh waktu lama dari tempat istirahat tadi untuk sampai di Pos 5. Sampai di Pos 5 gerimis masih saja menemani. Baru mejauh dari Pos 5, rintik hujan bertambah deras kami putuskan mendirikan tenda di Pos 5: Bulak Peperangan.


Selang beberapa menit kloter Mas Lempunk sudah berhasil menyusul kami di Pos 5 dan akhirnya keputusan terakhir adalah bermalam di Pos 5 baru esok melanjutkan menuju puncak.
Tiga tenda sudah berdiri, rintik hujan pun belum mau pergi. Kabut yang makin pekat membuat hawa dingin kian menusuk. Suara canda dan tawa masih riuh terdengar namun rasa kantuk menyerang. Aku tidur terlebih dahulu, tak biasa aku tidur pertama ketika sedang mendaki seperti ini. Jiwa ini pun terlelap dalam tenda ditemani hujan yang masih setia.

Ada rasa dingin basah terkena air tapi aku hiraukan saja mungkin itu hanya perasaanku saja. Lama kelamaan, ada rasa seperti terendam air dan syemm! Tenda kebanjiran! SB, tas, dan seisi tenda basah.

"Le, tangio. Teles kebes kie!" Seru pada Apif sembari membangunkannya.
"Gek tangio!" Tambahku.

Apif pun bangun masih dengan setengah sadar dan akhirnya ia pun sadar kalau tenda kebanjiran. Di luar hujan masih saja enggan pergi, bukan reda tetapi bertambah deras. Aku dan Apif bertahan dengan duduk sembari mencoba tidur ----wkwkwk, entah mengapa hanya itu yang ada di dalam pikiran saat itu. Cukup lama aku dan Apif bertahan dengan posisi ini, hahaha.

"Ayo, pindah tenda sebelah." Ajakku

Kemudian aku dan Apif pergi ke tenda sebelah tanpa alas kaki menerobos hujan. Dingin langsung menyerang! Terasa begitu menusuk terlebih di bagian kaki kami yang tanpa alas! Sesampainya di tenda sebelah dan...



Tunggu di bagian kedua :)

Post a Comment

0 Comments