Lawu Punya Cerita: Kisah Dari Tim Ngo Prek Dut Bagian 2

Kubuka lembaran jiwa
Hatiku yang t`lah terlupa
Lama sudah jauh kupendam
Dalam bayanganmu
Luka yang t`lah kau tinggal
Masih dapat kurasakan
Jelas dan tiada akan pernah hilang

Lantunan tembang lawas Janji Hati menemani pagi ini dengan rintik hujan dan kabut yang masih setia menemani sedari semalam.
Semalam... ahhh, semalam adalah salah satu pengalaman paling berkesan ketika bersama Tim Ngo Prek Dut. Lawu punya cerita!


Semalam...
Aku, Apif, dan Mas Yunan sedang nyenyaknya tidur dalam tenda. Hujan yang sedari kami tiba di Pos 5 sudah menyapa enggan pergi. Mulanya biasa saja, hingga akhirnya ada perasaan seperti terendam air. SB sudah seperti rendaman cucian, tas, dan seisi tenda terendam air hujan. Tenda kebanjiran! Entahlah, mengapa saat itu aku dan Apif bertahan dalam tenda berusaha tidur sambil duduk dengan kaki yang terendam air, hahaha. Konyol sekali! Dingin yang menusuk terutama di bagian kaki membuat kami menyerah dan pergi ke tenda sebelah yang kelihatan asyik dengan canda gurauannya.

Berjalan ke tenda sebelah tanpa alas kaki membuat badan ini menggigil seketika. Sesampainya di tenda sebelah ternyata sama saja! Hahaha, tenda mereka juga kebanjiran tapi tak separah tenda kami. Satu tenda kapasitas 5-6 diisi oleh 9 orang. Saling berdesakan satu sama lain tetapi canda dan tawa selalu hadir diantara. Dan kalian tahu apa yang terjadi dengan Mas Yunan? Ia masih pewe tertidur dalam tenda yang kebanjiran! Katanya sih ora keroso nek teles! Wkwkwk.



Cukup lama kami bersembilan ndusel-ndusel dalam satu tenda, hujan yang enggan berhenti kini mengubah niatannya. Rintik perlahan pergi tetapi masih berkabut. Aku dan Apif kembali ke tenda guna membereskan tenda yang kebanjiran tadi. Mas Yunan pun aku bangunkan dan baru sadar kalau kebanjiran yaa ketika aku bangunkan. Badan yang sesekali menggigil kedinginan tak kami hiraukan yang penting tenda beres tidak banjir lagi.
Tenda kami geser agak jauh dari tempat semula. Di tempat yang kiranya nanti hujan lagi, tenda tidak terendam air lagi. Cukup lama kami membenahi tenda dan seisi, hampir satu setengah jam bergelut dengan dingin dan tenda. Akhirnya bisa menghangatkan diri dalam tenda lagi. Baju ganti, sarung tangan, SB, jaket, semua basah, alhasil ya tidur dengan seadanya. Tetapi semua itu adalah sebuah pengalaman dan tentunya sebuah cerita.

Lantunan tembang lawas terus menemani di pagi hari. Rintik hujan bukan berhenti tetapi semakin deras. Secangkir kopi hangat pun sudah siap untuk menghangatkan suasana. Obrolan yang tersematkan menjadi penghilang rasa bosan dan ketika ingat akan kejadian semalam membuat bibir ini selalu tersenyum dan tertawa lebar. Perlahan mentari pagi menembus kabut, rintik hujan mulai berkurang dan setelah semalam terus diguyur hujan akhirnya hujan pun reda dengan meninggalkan sebuah kisah: Lawu Punya Cerita.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, kami pun membereskan semua perlengkapan dan perjalanan menuju puncak Hargo Dumillah dilanjutkan. Masih harus menempuh 2 jam perjalanan untuk mencapai puncak dari Pos 5. Ritme perjalan masih sama seperti kemarin. Setelah Pos 5 kita akan disuguhi dengan hamparan sabana yang luas. Ini salah satu keunikan jika melewati jalur Candi Cetho. Sepanjang memandang hanya ada hamparan sabana yang membuat betah untuk berlama-lama sambil ber-glundungan ria, hehehe. Pun dengan puncak Tower (Hargo Puruso) terlihat dari sini.



Ditempat ini pula terdapat tempat tadah hujan bernama Gupak Menjangan. Jika sedang hujan seperti semalam maka tempat ini menjadi sumber mata air. Tetapi jika sedang musim kemarau tertentunya tak ada air di sini. Perlahan hamparan sabana yang luas mulai tergantikan dengan tanjakan khas jalur Candi Cetho. Pun dari kejauhan di sini tugu penanda puncak tertinggi lawu, Hargo Dumillah sudah terlihat gagah dengan bendera Merah Putih yang berkibar lantang. Canda tawa pun tak pernah hilang. Tim ini adalah tim yang selera humornya tinggi. Perlahan namun pasti Pasar Dieng pun sudah terlewati dan sampailah kami di Hargo Dalem dengan warung Mbok Yem yang sudah terkenal itu.



Kami langsung melanjutkan perjalanan tanpa mampir di warung legendaris ini. Sesampainya di persimpangan antara puncak, sendang Drajat, dan Hargo Dalem rombongan kami di pecah. Mbah no dan Mas Jo tidak ikut ke puncak. Hanya kami berdelapan yang menuju puncak, aku, Apif, Zulfa, Mas Comeng, Mas Lempunk, Mas Yunan, Mas Bayu, dan Mas Jali. Dari persimpangan ini tak butuh waktu lama untuk mencapai puncak Lawu. Masih dengan ritme yang sama, perlahan namun pasti. Pun perlahan tugu penanda puncak Hargo Dumillah yang tadi terlihat begitu kecil kini sudah nampak begitu dekat di depan mata.
Ada rasa haru ketika bisa kembali lagi di sini. Mengingat kejadian semalam dan semua yang terjadi dalam perjalanan, ada rasa haru, senang, sedih, yang semua bercampur aduk menjadi satu. Kami pun saling berjabat memberi selamat. "Yeaahh puncak!" Kira-kira itu perasaan yang kami rasakan.

Di puncak ini aku kembali, kembali bersua dengan Sang Penebar Candu. Bukan bersamamu ataupun bersama jejaka Pakelonan tetapi bersama dengan sembilan orang yang baru pertama kali bertemu. Sembilan orang dalam sebuah tim yang begitu luar biasa: Tim Ngo Prek Dut.





Puncak bukanlah tujuan utama tetapi pulang dengan selamatlah tujuan utamanya. Klise memang tetapi memang begitulah jika sedang mendaki, ego kita akan diuji. Kami tak begitu lama berada di puncak karena mengejar waktu. Apif, Zulfa, dan Mas Comeng harus sudah berada di agen bus perjalanan di Solo pukul 18.00 sedang kami masih di atas ketinggian ribuan meter ketika jam menunjukkan pukul 12.45.
Pukul 12.50 kami semua sudah berada di sendang Drajat dan saling berjabat lagi. Beristirahat sebentar selagi mengisi cadangan air untuk perjalanan turun. Tepat pukul 13.00 tim kami melanjutkan perjalanan turun. Selama perjalanan turun canda, tawa, dan gurauan tak henti-hentinya bersahutan. Zulfalah yang menjadi bahan candaan kami, hahaha.

Lirih terdengar suara motor sudah terdengar dan tak terasa kami sudah berada di gerbang pendakian jalur Cemoro Sewu. Tiga jam sudah kami melakukan perjalanan turun dari sendang Drajat hingga sampai di basecamp Cemoro Sewu. Kami pun segera menuju di tempat penitipan motor. Mengistirahatkan badan sebentar dan membereskan palangkapan satu sama lain.
Tangan ini kembali berjabat bukan untuknya mengucap selamat tetapi untuk sebuah kata pisah. Entah kapan nanti, yang jelas suatu saat tim ini akan berjumpa lagi. Aku, Mas Jo, Mas Yunan mengantar rombongan Jakarta (Apif, Zulfa, dan Mas Comeng) menuju agen bus di Solo yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta.


Tepat pukul 18.00 rombongan Solo dan Jakarta sudah berada di agen bus. Bus mereka datang pukul 19.00, masih ada satu jam sebelum mereka kembali. Sembari menunggu obrolan kembali tersemat. Tak terasa bus bernomor 488 pun tiba dan mereka pun satu persatu menuju bus. Satu persatu saling berjabat. Perjalanan ini pun berakhir di sini. Bus perlahan bergerak, lambaian tangan perpisahan menjadi penutup dari perjalanan yang luar biasa. Perjalanan yang hebat bersama Tim Ngo Prek Dut.


Sampai jumpa lagi tim yang kompak, tim yang hebat, tim yang absurd, tim yang kocak, tim yang seru, tim yang gokil, tim luar biasa: Tim Ngo Prek Dut.

Post a Comment

2 Comments

  1. meskipun saya hanya sekedar membaca artikel anda, tp anda berhasil membawa saya masuk larut dalam perjalanan anda. MANTAFFFFF.... Ngopi sek ben ganteng wkwkwkkk...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nuwun kang | Pokok e ngopi sik ben ganteng, hahaha

      Delete