Sepotong Cerita Kala Senja

Harusnya, bunga ini seperti bunga-bunga yang tumbuh liar di tepi jalanan: terinjak-injak, tidak menarik, dan terlupakan begitu saja. Akan tetapi, seperti yang tertuliskan dalam Rahasia Salinem bahwa hidup punya caranya tersendiri untuk berkhianat pada semua hal yang hanya dikira-kira oleh manusia.
Solo, menjelang pertengahan Maret 2021. Hari beranjak menuju sore. Dua sejoli yang sudah saling mengenal begitu lama memutuskan untuk menghabiskan waktu sorenya di tempat favorit mereka, area persawahan yang berada di batas kota Solo. Setibanya di sana, mereka hanya duduk termenung sembari menikmati waktu yang sedikit demi sedikit berlalu.

"Kau tak ingin memulai percakapan, Bay? Kita seperti orang yang sedang bertengkar. Duduk berdua, tapi tanpa saling berkata."

Aku hanya tertawa. Ia seharusnya sudah paham jika aku merupakan tipe orang pendiam, tapi mungkin juga ia sedang jenuh dengan sifat pendiamku ini. Sore perlahan memudar dan jarum jam mulai beranjak dari angka empat. Tetiba, kawanku itu berkata dan membuat ruang-ruang kosong dalam hati ini bergejolak.

"Apakah kau masih belum bisa melupakannya? Hidup akan terus berjalan meskipun waktu di dalam hatimu berhenti."

Aku hanya terdiam dan menghela napas dalam-dalam. Angin sore kali ini terasa berisik ketimbang hari-hari biasanya. Riuhnya seakan membisikkan kepadaku bahwa semua yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali. Yang pergi tak mungkin kembali, yang patah tak mungkin terganti.

"Sudahlah, apakah tak ada obrolan lain selain membahas perkara itu?"
"Kau selalu saja menghindar, Bay, saat aku menanyakan hal itu. Kau bisa menyembuhkan luka orang lain dengan petuah-petuah dari Pak Tua. Akan tetapi, kau sendiri tidak dapat sembuh dengan petuah yang kau ucapkan itu. Sungguh ironi sekali kawanku ini!"


Sore terus melaju menuju malam. Awan mendung ikut menghiasi langit sore di batas kota. Sekumpulan bunga Celosia tumbuh liar di tempat ini. Tiada yang memperhatikannya meski cukup banyak orang yang berlalu-lalang. Angin sesekali berembus kencang dan membuat sekumpulan bunga Celosia itu menari-nari. Padi-padi yang hendak menguning pun sama. Menari-nari kala langit sore tiba.

Aku bergeser menuju sekumpulan bunga Celosia yang tumbuh liar ini. Kawanku itu hanya melihatku dari kejauhan sembari menikmati pergantian sore menuju malam. Aku terlalu asyik dengan bunga Celosia ini. Entahlah, meski bunga ini tumbuh liar, aku terpikat kepadanya. Warna ungu yang berada di ujung bunga ini sungguh unik. Saking asyiknya mengabadikan Celosia yang tengah meronakan warna ungu, aku jadi lupa dengan sekelilingku. Ternyata ada sekumpulan anak-anak yang juga menikmati waktu sore. Mereka tengah asyik dengan berswafoto.
Setelah selesai memuaskan diri dengan bunga Celosia, aku kembali ke tempat kawanku menunggu. Kami berdua terlibat dalam percakapan yang menguras isi hati. Membicarakan kehidupan dengan sahabat memang dapat melegakan isi kepala yang terkadang berputar tanpa henti. Kami terlampau hanyut dalam obrolan dari hati ke hati hingga tanpa kami sadari malam hampir datang dan rintik hujan telah turun. Kami segera berlari dan berteduh di bawah jembatan yang menghubungkan antar desa.

"Bagaimana jika kita nekat saja, Bay?"
"Apa kau yakin?"
"Sebentar lagi malam datang. Hujan pun rasanya belum mau mereda. Toh, sesekali hujan-hujanan juga tidak apa, kan?"


Malam yang segera datang membuat kami beranjak dari tempat kami berteduh. Sore kali ini dihiasi begitu banyak cerita. Suasana yang kami harapkan adalah sore dengan balutan warna jingga. Namun, hidup kembali berkhianat. Sore kali ini menjadi murung bersama temaram malam.

***

Takdir boleh jadi menuntun bunga ini tumbuh liar. Celosia ungu yang mekar di bawah jembatan penghubung desa ini telah berkhianat atas takdir yang diberikan kepadanya. Harusnya, ia tidak menarik dan tumbuh liar begitu saja. Akan tetapi, hidup telah berkhianat kepadanya. Ia telah membuatku terpikat dengan warna ungu yang dimilikinya. Hati yang tersayat luka perlahan mulai sembuh. Aku rasa, hidup ini juga berkhianat kepadaku. Hal-hal yang aku kira akan berjalan sesuai rencana, malah berakhir dengan berantakan. Hidup kadang selucu ini! Sama halnya dengan bunga Celosia yang harusnya tumbuh liar, tetapi malah membuatku terpikat dengan warna ungunya. Sungguh lucu hidup ini!
Dan akhirnya, benarlah kata-kata yang tertulis di Rahasia Salinem bahwa hidup punya caranya tersendiri untuk berkhianat pada semua hal yang hanya dikira-kira oleh manusia. Namun, hidup juga perkara sederhana. Dapat disimpulkan menjadi dua kata: Jalani Saja.

Post a Comment

0 Comments