Menyusutkan Badan

Memiliki berat badan yang mencapai 110 kg bukanlah sebuah masalah bagi saya. Selama saya bahagia, tidak menjadi sebuah masalah. Pun saya merupakan tipe orang yang tidak peduli omongan orang terhadap saya. Omongan mereka bukan urusan saya. Saya tidak merasa dirundung ketika orang memanggil saya “gendut”, dsb., pada waktu dulu. Bodo amatlah kalau bahasa sekarang.


Saya memiliki tubuh yang masuk kategori gemuk sejak kecil. Seiring berjalannya waktu berat badan saya semakin menjadi-jadi. Ketika saya naik ke kelas XI, berat badan saya sudah menyentuh angka 98 kg. Angka ini kembali naik ketika saya berada di tahun terakhir sebagai siswa SMAN 7 Surakarta. Benar, ketika itu berat badan saya mencapai 110 kg. Tinggi badan saya hanya 174 cm. Bila dibandingkan dengan berat badan saya yang 110 kg, jelas saya mengalami kelebihan berat badan. Efek dari kelebihan berat badan ini membuat kaki saya berbentuk sedikit X dan sedikit melengkung ke belakang. Memang tidak terlalu tampak, tapi saat diamati akan terlihat.

Selepas lulus dari masa putih abu-abu, saya melanjutkan studi di perguruan tinggi. Ketika menjalani masa orientasi bagi mahasiswa baru, pada hari pertama saya diharuskan memakai bawahan berupa celana panjang putih dan pada hari kedua serta ketiga, celana panjang berwarna hitam. Saya sangat kerepotan akan hal ini. Pasalnya saya tidak memiliki celana bahan panjang yang berwarna putih ataupun hitam. Saya sempat berkeliling di beberapa toko pakaian di Solo. Memang tersedia banyak untuk warnanya, tapi untuk yang pas dan bisa saya kenakan tidak saya jumpai. Akhirnya, saya membeli kain dan memasukkannya ke penjahit.

Bukan hanya soal celana, urusan baju pun sama susahnya. Ukuran baju yang muat dan nyaman pada tubuh saya saat itu adalah XXL. Ukuran ini memang ada, tapi perlu usaha lebih untuk menemukan toko yang tepat. Saat pelepasan SMA dulu, saya kesulitan mencari setelan jas yang bisa memuat badan saya. Penyewaan jas di sekitar rumah saya sudah angkat tangan semua. Hahaha. Pun ketika masa orientasi bagi mahasiswa baru, jaket almamater yang saya dapat berukuran L. Jelas ukuran ini tidak muat dengan tubuh saya. Jangankan kedua lengan, baru salah satu lengan saya sudah tidak muat. Jaket almamater yang saya terima kemudian saya tukar di bagian kemahasiswaan dan ukuran paling besar yang tersedia saat itu hanya XL. Ukuran XL pun masih tidak muat. Beruntungnya, saat itu ada kakak tingkat yang mempunyai jaket almamater berukuran LL dan saya sepakat untuk bertukar almamater. Lawas tidak apa yang penting bisa muat di badan saya. Hehehe.



Memasuki semester dua, saya memutuskan untuk melakukan program diet. Bila bertanya alasan apa yang membuat saya berniat untuk diet, biarkanlah alasan itu saya simpan sendiri karena itu bagian dari kisah yang telah lalu. Pola diet yang saya lakukan adalah melakukan olahraga serta mengatur jumlah makanan yang masuk, mengatur jam makan, dan jenis makanan. Pun yang tidak kalah pentingnya adalah niat dan konsistensi. Tidak sedikit yang terlena karena berhasil menurunkan berat badan pada fase awal, kemudian lalai dengan pola yang dibuat sehingga badan kembali mengalami kelebihan berat.

Pengaturan jumlah dan jenis makanan yang saya lakukan sebatas mengurangi karbohidrat, gorengan, serta konsumsi gula. Memang pada awalnya akan terasa berat, tapi lama-kelamaan akan terbiasa. Pola pikir “belum kenyang kalau belum makan nasi” harus diubah. Kita tidak akan kelaparan kalaupun tidak makan nasi! Perihal jam makan, saya menerapkan konsep berpuasa. Jadi, saya seolah melakukan puasa setiap hari.

Saat pola makan sudah kita jaga, kita juga perlu untuk melakukan olahraga. Saya pernah menyimak obrolan tentang diet di salah satu televisi nasional. Berat badan kita akan berkurang bila kita mengurangi asupan makanan yang masuk. Namun, bila sebatas mengurangi makanan, tubuh akan mempunyai titik jenuh. Saat sudah memasuki titik jenuh ini, tubuh tidak akan berkurang berat badannya bila tidak diimbangi dengan olahraga. Jadi, olahraga memegang peran penting dalam diet. Olahraga yang saya lakukan hanya lari dan bermain badminton. Sesekali saya juga berenang. Saya tidak terlalu terpaku pada penurunan berat badan yang cepat. Program diet ini saya lakukan dari semester dua hingga tuntas perkuliahan pada semester enam.

Selain pola makan dan olahraga, ada dua hal lagi yang menjadi bagian penting dalam diet. Dua hal itu ialah niat dan konsistensi. Niat jelas untuk memacu semangat supaya tidak hilang di tengah jalan. Pun agar semangatnya tidak hanya di awal-awal saja. Konsistensi dibutuhkan ketika godaan untuk makan berlebihan datang melanda dan setelah mendapatkan berat badan yang diinginkan.


Celana putih yang saya kenakan saat masa orientasi mahasiswa baru.

Diet yang saya jalani berhasil menurunkan berat badan saya dari 110 kg menjadi 72 kg. Ukuran celana saya menyusut dari 37 menjadi 32, sekarang saya tidak terlalu repot untuk membeli celana. Pun dengan baju, kini saya bisa memakai ukuran L. Pola diet yang saya lakukan dulu, kini menjadi sebuah kebiasaan. Ada kisah menarik ketika badan saya menyusut menjadi 72 kg. Pada 2015 saya dipertemukan lagi dengan kawan-kawan semasa SMP. Acara kumpul bersama itu bersamaan dengan buka bersama. Saat saya sampai di lokasi, ada yang mengerutkan dahi dan berpikir, “Ini siapa ya?”, ada yang ingat karena beberapa hari sebelum acara bertemu dahulu, pun ada pula yang benar-benar tidak mengenali saya. Hahaha.

Banyak orang melakukan diet tapi tidak begitu berhasil. Kawan-kawan saya sering menanyakan bagaimana saya bisa menguruskan badan. Namun acap kali saya kebingungan untuk menjawab. Diet bagi saya adalah menemukan pola yang cocok disertai olahraga, niat, dan konsistensi.


Pernah bertemu yang mana?

Tidak ada “masalah” bila dirimu memiliki kelebihan berat badan. Semua tergantung dari diri masing-masing dan yang penting adalah jangan lupa untuk bahagia serta mencintai diri sendiri. Namun, ketika memutuskan untuk diet, jangan patah di tengah jalan. Temukanlah pola diet yang cocok dan jangan lupa untuk berolahraga, serta jalani dengan niat dan konsisten. Semangat!

Post a Comment

0 Comments