Ketika Telinga Berdenging

Perjalanan saya kali ini berhubungan dengan kesehatan, khususnya kesehatan telinga. Saya mengalami gangguan kesehatan telinga berupa telinga berdenging "ngiiing" dan sensasi telinga terasa penuh. Gangguan ini saya alami pada telinga kiri dan akhirnya saya harus dirujuk menuju dokter telinga-hidung-tenggorokan (THT).

Awal mulanya telinga kiri saya kemasukan air saat mandi. Saya kemudian mencoba mengeluarkan air yang masuk ke dalam telinga kiri saya itu. Air berhasil dikeluarkan, tapi sensasi telinga kemasukan air dan penuh tidak menghilang. Setelah itu saya mencoba membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud. Saya mendapati kotoran (serumen/lapisan lilin) pada telinga kiri saya itu ada yang mengering. Selepas mengorek telinga dengan cotton bud tetap saja tidak ada perubahan. Karena tidak tahan dengan kondisi ini saya memutuskan untuk berobat ke puskesmas.

Tanggal 4 Maret 2020 saya berkunjung ke Puskesmas Pembantu Karangasem. Jarak puskesmas ini memang dekat dengan rumah. Tidak banyak mengantre saat itu karena saya datang pagi. Setelah melakukan pendaftaran dan menunggu nama dipanggil, saya diperiksa oleh dokter yang bertugas. Pertama-tama saya ditanya tentang keluhan apa yang saya alami, lantas saya menceritakan kronologisnya seperti yang saya tulis di awal. Setelah itu telinga saya diperiksa. Saat dokter memeriksa keadaan telinga saya, ternyata telinga saya mengalami luka memerah. Namun, saya tidak merasakan rasa sakit pada telinga kiri. Dalam pemeriksaan itu, tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan saya ikut dicek. Setelah selesai diperiksa, saya menyerahkan resep yang ditulis dokter ke bagian pengambilan obat. Saya diberi obat tetes telinga dan obat radang.

Beberapa hari setelah menggunakan obat tetes telinga dan meminum obat radang, telinga kiri saya membaik. Namun, pada Minggu, 8 Maret 2020 saya merasakan adanya suara denging "ngiiing" pada telinga kiri. Sensasi telinga penuh juga kembali saya rasakan. Minggu malamnya, saya mengalami pusing, area telinga kiri terasa berat, daerah pertemuan antara dahi dan hidung juga terasa berat. Efek dari denging "ngiiing" ini membuat saya susah tidur. Saya mencoba bertahan dan menggunakan obat yang saya dapat dari puskesmas. Harapannya bisa mereda. Akan tetapi, tidak demikian. Saya benar-benar terganggu karena keadaan telinga kiri saya.

Tanggal 10 Maret 2020, saya kembali ke Puskesmas Pembantu Karangasem. Setelah mendaftar dan mengantre, nama saya dipanggil. Saya menceritakan apa yang terjadi dengan telinga kiri saya setelah berobat pada 4 Maret 2020. Dokter kembali memeriksa keadaan telinga kiri saya. Luka memerahnya sudah tidak ada. Tekanan darah saya juga masuk dalam kategori normal. Dokter kemudian menuliskan resep dan memberikan saran bila dalam beberapa hari tidak kunjung mereda, saya dianjurkan ke Puskesmas Pajang untuk memperoleh rujukan ke dokter spesialis THT. Saya diberikan obat pusing/nyeri, alergi, dan vitamin.

Baru berselang satu hari, saya tidak tahan lagi dengan keadaan telinga kiri saya. Sejak terdengar denging "ngiiing" itu saya sangat sulit untuk tidur. Pada tanggal 12 Maret 2020, saya pergi ke Puskesmas Pajang. Puskesmas Pajang ini merupakan salah satu puskesmas induk yang ada di Solo. Karena merupakan puskesmas induk, saya mengantre cukup lama. Saya tiba di lokasi sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Setelah mendaftar saya mendapatkan nomor antrean periksa. Cukup lama saya menunggu untuk dipanggil. Sekitar pukul 11 lebih, saya baru dipanggil untuk diperiksa.

Sama ketika saya memeriksakan diri di Puskesmas Pembantu Karangasem, saya ditanya tentang keluhan yang diderita. Saya kemudian menjelaskan kembali kronologis soal gangguan pada telinga kiri. Saya juga menceritakan tentang saran dari dokter di Puskesmas Pembantu Karangasem untuk dirujuk ke dokter spesialis THT. Di Puskesmas Pajang telinga kiri saya juga diperiksa kembali. Setelah itu, dokter yang memeriksa saya bertanya rumah sakit mana yang akan dibuat rujukan. Saya lantas memilih RSUD Ngipang. Selepas itu, saya menunggu sebentar untuk memperoleh surat rujukan. Tidak berselang lama, nama saya kembali dipanggil dan petugas memberikan surat rujukan. Berhubung sudah siang, saya memutuskan pergi ke RSUD Ngipang pada esok harinya.


Poster Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran 2020.

Jumat, tanggal 13 Maret 2020 pagi-pagi saya berangkat menuju RSUD Ngipang. Setibanya di sana saya mendapat nomor antrean C15. Karena saya merupakan pasien baru yang belum pernah berobat di RSUD Ngipang, saat pendaftaran saya harus mengisi formulir terlebih dahulu. Formulirnya kurang lebih berisi data pribadi dan jangan lupa untuk membawa KTP karena harus mengisi nomor identitas dari KTP. Selesai dari pendaftaran saya menunggu antrean. Pada saat itu, setelah saya selesai mendaftar, nomor antrean C belum dimulai. Saya menunggu cukup lama. Setelah nomor C15 dipanggil saya menuju loket. Setelah dari loket saya langsung menuju ruang poli-THT.

Sesampainya di sana rupanya sudah banyak orang. Kursi-kursi pada ruang tunggu juga hampir penuh. Saya sampai di ruang tunggu sekitar pukul setengah sembilan pagi. Saya harus menunggu lama karena dokter yang bertugas masih menangani operasi. Pukul 10.15 dokter yang bertugas (dr. Netty Widiandari, Sp.THT-KL.) datang. Satu persatu antrean mulai dipanggil dan akhirnya nama saya dipanggil juga.

Ketika memasuki ruangan, saya bertemu dahulu dengan asisten dokter. Saya kembali ditanya tentang keluhan yang dialami. Saya kemudian menceritakan kronologis keluhan dari awal yaitu sejak tanggal 3 Maret 2020. Asisten dokter juga bertanya apakah saya sering menggunakan headset dan seberapa sering saya menggunakan peranti itu. Saya mengiyakan hal itu. Saya menggunakan headset sekitar 3-4 jam dalam sehari. Asisten dokter tadi lantas memberikan wejangan supaya saya mengurangi penggunaan headset serta tidak perlu membersihkan telinga dengan cotton bud. Keluhan saya langsung indikasikan karena terlalu sering menggunakan headset!

Setelah pasien sebelumnya selesai, saya beralih ke ruangan dokter. Masih satu ruangan. Jaraknya paling hanya selemparan kolor. Hahaha. Dokter kemudian menyuruh saya duduk di kursi khusus. Telinga saya kemudian dicek. Baik yang kanan maupun kiri. Telinga kanan saya normal. Selepas itu dokter tadi menyuruh asistennya untuk menyiapkan alat semprot dan korek telinga. Benar, saya mendapat perawatan berupa pembersihan telinga dengan metode semprot (irigasi). Alat semprotnya itu bentuknya mirip suntikan, tapi tidak ada jarum melainkan semacam selang kecil. Tabung tempat airnya juga besar.

Saya mendapat tiga kali semprotan. Pada semprotan pertama saya sedikit kaget dan menyempitkan mata kiri. Asisten dokter tadi lantas memberitahu saya untuk tindak menahannya. Biarkan saja. Sensasi disemprot tidak terasa sakit. Dalam telinga suara "sruuut, sruuut" jelas sekali terdengar. Pada semprotan pertama, kotoran/serumen yang kering banyak yang keluar. Semakin sedikit pada semprotan berikutnya dan sudah tidak ada pada semprotan ketiga. Setelah disemprot, kemudian dokter mengorek telinga saya dengan alat khusus. Saya lupa berapa kali telinga kiri saya dikorek. Sensasi telinga saat dikorek tidak sakit, saya malah merasa nyaman. Kalau mau contoh itu seperti jari telunjuk dimasukkan ke lubang hidung kemudian putar-putar jarinya. Sensasinya kurang lebih seperti itu. Hehehe.

Selesai perawatan, telinga kiri saya terasa sangat berbeda. Rasa penuh dalam telinga sudah hilang. Rasanya benar-benar plong. Saya bisa mendengar dengan normal lagi dengan kedua telinga saya. Suara denging "ngiiing" sangat berkurang. Walau suara "ngiiing" masih ada sedikit tetapi sangat berkurang drastis. Sebelumnya tidak hanya dalam ruangan sepi saja suara denging "ngiiing" terdengar, di tempat yang cukup ramai sekalipun suara itu juga terdengar. Dokter mengatakan jika bunyi "ngiiing" itu belum hilang berarti gangguan pada telinga saya karena penggunaan headset yang berlebihan.

Saya juga sempat mengobrol dengan dokternya. Gangguan bunyi yang saya derita ini disebut Tinnitus. Sebab dari Tinnitus banyak seperti hipertensi, hipertiroidisme, kotoran/serumen yang menumpuk, merokok, stres, infeksi saluran telinga, pun dengan terlalu sering menggunakan headset. Penggunaan headset ini berhubungan dengan paparan suara bising. Suara yang ditimbulkan karena Tinnitus bisa bermacam-macam. Bisa "ngiiing" seperti yang saya alami, suara berdesir, suara air mengalir, dsb. Kalau kata dokternya suara yang tidak bisa "didengar" oleh manusia normal pada umumnya. Dokter dan asisten di poli-THT ini sangat ramah. Saya merasa nyaman saat diperiksa. Saya malah banyak tersenyum dari obrolan baik dengan dokter maupun asistennya.

Saya kemudian diminta untuk kembali lagi guna mengecek keadaan telinga. Bila hanya sekedar mengecek apakah telinga saya sudah kembali baik atau belum, saya disuruh kembali pada tanggal 20 Maret 2020. Sedangkan bila sekalian dengan tes audiometri maka saya disuruh kembali pada tanggal 23 Maret 2020. Saya memilih untuk kembali pada tangga 23 Maret 2020. Sekalian juga untuk mencoba tes audiometri. Setelah selesai diperiksa saya menuju ruang asisten dokter lagi untuk penyelesaian administrasi dan resep. Setelah selesai dan sebelum saya beranjak meninggalkan ruangan poli-THT, asisten dokter tadi meminta maaf karena harus menunggu lama. Beranjak dari ruang poli-THT saya menuju bagian farmasi untuk pengambilan obat.

Menjaga kesehatan diri memang sangat penting. Dalam hal ini kesehatan telinga juga penting dijaga. Gangguan pada telinga memang menyusahkan. Bila memang merasa ada yang aneh dengan telinga, jangan ragu untuk berkunjung ke dokter THT.


Catatan tambahan:
* Penggunaan headset dianjurkan tidak lebih dari satu jam/hari. Usahakan untuk mengistirahatkan telinga. 30 menit memakai headset, 2 jam mengistirahatkan telinga. Tidak dianjurkan memakai headset dalam kurun waktu yang lama dalam satu hari secara terus-menerus seperti yang saya lakukan. Serta tidak perlu membersihkan telinga dengan cotton bud.
* Jadwal praktik dokter THT di RSUD Ngipang Surakarta berlangsung setiap hari.
* Dokter spesialis THT di RSUD Ngipang hanya satu yaitu dr. Netty Widiandari, Sp.THT-KL.
* Bila menggunakan BPJS baik mandiri maupun bantuan dari pemerintah, Kartu Indonesia Sehat (KIS), semuanya gratis termasuk obat. Bila tidak memakai BPJS/KIS biaya untuk kasus yang saya alami sekitar Rp.200.000.
* Datang lebih awal lebih baik.
* Yang paling saya suka adalah dokter maupun asistennya sangat ramah.

Post a Comment

0 Comments