Mengudara Di Museum Dirgantara

Setiap negara berdaulat mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di atas wilayahnya.
Konvensi Chicago 1944

Kedaulatan akan wilayah dirgantara suatu negara merupakan aspek penting dalam ketahanan nasional. Begitu pula ruang udara di wilayah nusantara adalah bentuk kedaulatan Indonesia. Sejarah panjang mengiringi perjalanan kedirgantaraan nusantara. Peristiwa demi peristiwa pernah meninggalkan luka dan catatan akan sebuah sejarah dalam kontekstual kedirgantaraan Indonesia. Dari keadaan "Bersiap" hingga pesawat-pesawat yang pernah mengudara di langit nusantara menjadi saksi perjalanan ruang udara Indonesia.

Salah satu cara untuk tetap mengingat perjalanan panjang kedirgantaraan nusantara adalah berkunjung ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala atau yang lebih familiar disebut dengan Museum Dirgantara. Museum yang berlokasi di pangkalan TNI AU di Yogyakarta ini menyimpan ragam koleksi mengenai ruang udara Indonesia. Dari sejarah TNI AU, tanda kehormatan, tokoh, hingga koleksi pesawat tersimpan di museum ini.


Pagi itu di depan pintu masuk museum sudah sangat ramai karena ada murid-murid sekolah dasar yang sedang berkunjung ke museum ini. Ah, sejenak mereka mengingatkanku akan kunjungan pertamaku ke museum ini sewaktu masih kelas 6 SD dulu. Tak banyak yang berubah dari museum ini sejak kunjungan pertamaku dahulu.

"Nanti lurus terus belok kiri."

Begitulah ucap salah seorang petugas yang memberikan arah tentang alur jalan di museum.

Di ruang pertama setelah pintu masuk berjejer rapi tentang tokoh-tokoh TNI AU dan tentunya yang paling menarik perhatian adalah sebuah foto berukuran besar yang diletakkan di salah satu sudut ruangan ini. Ya, beliau adalah bapak AURI (TNI AU) Indonesia, Laksamana Udara Rd. Suryadi Suryadarma.
Lahir di Banyuwangi pada tanggal 6 Desember 1912. Diangkat sebagai Kepala Staff TNI AU yang pertama bersamaan dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 6/SD/1946 tanggal 9 April 1947 oleh presiden Soekarno.


Langkah kaki ini menuju ke ruang berikutnya, beberapa pekerja sedang memperbaiki sebagian sudut museum. Ruang yang tadinya hanya ada aku dan beberapa pekerja kini menjadi ramai karena murid-murid yang melakukan kunjungan tadi sudah mulai berjalan setelah diberi pengarahan oleh salah satu staff museum. Mereka tampak antusias meskipun juga ada yang asik sendiri. Di ruang ini tersimpan pesawat pertama buatan bangsa ini yaitu Pesawat WEL-I RI-X.
Pesawat WEL- I RI-X merupakan pesawat bermotor dan hasil produksi pertama bangsa Indonesia yang dirancang dan dibuat dalam kurun waktu 5 bulan pada tahun 1948. Pesawat ini mengalami uji terbang di pangkalan Udara Maospati Madiun sekitar pertengahan tahun 1948.
Selain pesawat WEL-I RI-X, di ruang ini juga terdapat koleksi lainnya dan juga beberpa informasi lainnya.



Ruang selanjutnya terdapat koleksi foto tentang operasi yang pernah dilakukan oleh TNI AU seperti operasi Trikora, Dwikora, hingga Seroja. Selain itu di ruang selanjutnya menyimpan koleksi yang berhubungan dengan TNI AU. Ada koleksi baju yang digunakan oleh TNI AU yang banyak ragamnya sesuai kegiatan yang dilakukan. Ada pula koleksi pangkat dan tanda kehormatan.

Murid-murid yang berkunjung tadi sudah jauh mendahuluiku, sedang aku masih asyik menikmati setiap keterangan yang ada di ruang seragam maupun koleksi tanda pangkat dan kehormatan. Ya, inilah yang aku sukai ketika berkunjung ke museum selain memanjakan imajinasi akan masa lalu, di museum aku temukan pengetahuan baru.




Bagian yang paling menarik dari museum ini adalah Ruang Alutsista. Ya, di ruang ini ragam koleksi pesawat tersimpan rapi. Pesawat dinas, pesawat tempur, hingga senjata yang digunakan untuk pertahanan tersaji rapi di ruang alutsista. Di beberapa koleksi pesawat kita juga diperkenankan untuk naik.

Dari keseluruhan koleksi pesawat yang ada di sini, salah satu yang menyita perhatianku adalah pesawat jenis B-26 Invander.
Pesawat B-26 Invander ini pernah digunakan dalam Operasi Trikora, Operasi Dwikora hingga Operasi Seroja. Dan pada akhirnya pada tahun 1978 pesawat ini diabadikan di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.
Di ruang alutsista ini juga tersimpan bangkai pesawat yang pernah ditembak jatuh oleh Belanda. Berada di ruang alutsista ini benar-benar memanjakan imajiku ketika pesawat-pesawat ini dengan gagalnya mengudara di langit Indonesia.



Ruang yang terakhir adalah Ruang Diorama. Di ruang ini disajikan diorama perjuangan. Dari perebutan pangkalan udara Maguwo hingga replika satelit Pallapa juga tersaji di ruang ini.

Murid-murid sekolah dasar tadi sudah berganti dengan pengunjung biasa. Ada rombongan keluarga, ada pula pasangan muda-mudi yang sibuk mengabdikan moment bersama.



Kedaulatan udara adalah harga mutlak untuk sebuah negara berdaulat. Ruang udara suatu negara adalah bagian vital yang harus tetap menjadi perhatian suatu negara. Indonesia pun begitu, karena negara ini adalah negara kepulauan maka kedirgantaraan negeri ini sangat penting. Karena ruang udara inilah yang bisa menyatukan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dari Sabang hingga Merauke.

Dan paradigma tentang museum tentunya harus diubah dari membosankan menjadi mengasyikkan. Museum bukan hanya tempat benda-benda sejarah dikoleksi begitu saja tetapi ada pembelajaran penting dari setiap museum karena museum adalah perjalanan memori.

Dan yang terakhir, Mari Ke Museum.


Beberapa koleksi lainnya:








Catatan tambahan:
* Harga tiket masuk museum sebesar Rp. 5.000,00 dan itu sudah termasuk izin kamera.
* Lokasi Museum Dirgantara berada di Pangkalan TNI AU Yogyakarta.
* Sebelum memasuki museum, kita harus lapor terlebih dahulu di pos penjaga pintu masuk kawasan TNI AU Yogyakarta dan meninggalkan KTP.

Post a Comment

2 Comments

  1. Tambahannya lg, masuk ke kawasan pangkalan TNI AU, lapor terlebih dahulu & tinggalkan KTP 😂😂😂

    ReplyDelete