Peristiwa besar pernah terjadi di sini. Sebuah peristiwa besar yang membawa tonggak perubahan sejarah bagi dinasti Mataram Islam. Namun sayang, Janji Giyanti kini tersungkur sunyi. Orang-orang berlalu-lalang begitu saja tanpa sadar bahwa di tempat ini pernah menjadi saksi peristiwa besar tentang runtuhnya dinasti Mataram Islam.
Situasi politik di dalam tubuh dinasti Mataram terus saja bergejolak selepas mangkatnya Sultan Agung. Perpindahan ibu kota kerajaan dari Kartasura menuju Surakarta seakan menjadi titik awal berakhirnya Kesultanan Mataram Islam. Peristiwa Geger Pecinan masih segar dalam ingatan, namun api konflik internal kerajaan bukannya padam tetapi semakin menjadi-jadi. Ketidakpuasan akan kekuasaan mendorong perubahan besar dalam sejarah panjang dinasti Mataram.
13 Februari 1755 sebuah kesepakatan terjadi antara Paku Buwono III, Pangeran Mangkubumi, dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Kesepatakan yang menjadi awal terjadinya Palihan Nagari dan kini kesepakatan besar itu tertulis dalam sebuah perjanjian bernama Perjanjian Giyanti.
Lapisan cat berwarna putih sudah mengelupas di mana-mana, warnanya pun kian memudar. Kayu penopang atap pagar masuk sudah termakan usia. Tempat ini tak seperti sebuah monumen yang pernah menjadi saksi bisu sebuah peristiwa besar, kondisinya sungguh memperihatinkan. Daun-daun kering berserakan, sudut-sudut bangunan dipenuhi lumut. Kondisi monumen ini sungguh menyedihkan jika melihat sejarah besar pernah tertorehkan di tempat ini.
"Perjanjian Gianti 13.2.1755."
Tulisan itu terukir jelas di atas pintu pagar monumen. Beberapa pohon beringin terkurung di dalam sebuah pagar beton yang membentuk segi empat. Sebuah bendera Merah Putih terikat di salah satu pohon beringin. Seakan ingin menyampaikan bahwa salah satu sejarah perjalanan bangsa Indonesia juga pernah singgah di tempat ini.
Penandatanganan perjanjian Giyanti menandakan kekuasaan Mataram Islam terpecah menjadi dua bagian. Wilayah di bawah kekuasaan Surakarta dipimpinan oleh Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi menjadi raja di tanah Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.
Nama Giyanti sendiri diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian yakni di desa Janti. Dalam pelafalan Belanda, kata Janti tersebut sebagai Iyanti, dan secara tertulis kata Janti terbaca sebagai Gianti dan tempat tersebut sekarang dikenal sebagai Dukuh Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah.Sebagai salah satu saksi bisu sejarah Nusantara sudah seyogyanya monumen Perjanjian Giyanti ini dirawat dengan baik. Entah mengapa hal itu kurang diperhatikan. Mengutip suatu pernyataan tentang sejarah bahwa untuk menghancurkan suatu bangsa maka:
Pertama, kaburkan sejarahnya.Membiarkan bukti sejarah terlantar sama saja membunuhnya secara perlahan. Tugas kita bukan lagi berperang di medan pertempuran tetapi menjaga ingatan akan sejarah dan terus belajar dari ingatan sejarah itu. Bung Karno pernah berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.” Sudah selayaknya kita menjaga sejarah bangsa ini agar tidak hilang ditelan jaman.
Kedua, hancurkan bukti bukti sejarah bangsa itu sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan kebenarannya.
Ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan bahwa leluhur itu bodoh dan primitif.
Janji Giyanti akan tetap menunggu. Menunggu untuk menjadi pembelajaran sejarah atau menunggu untuk hilang ditelan bumi secara perlahan.
Referensi/sumber pendukung:
* www.goodnewsfromindonesia.id
Catatan tambahan:
* Lokasi perjanjian Giyanti sudah disebutkan di atas yaitu berada di Dukuh Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah. Rute dari kota Solo bisa ditempuh via Matesih.
Solo - Karanganyar kota - ambil jalan arah Tawangmangu via Matesih - jalan raya Matesih Tawangmangu - Kelurahan Jantiharjo - Monumen Perjanjian Giyanti.Lokasinya sangat dekat dengan jalan lintas Matesih - Tawangmangu. Setelah sampai di Kelurahan Jantiharjo lurus ke arah barat sekitar 100 meter. Monumen ada di sebelah kanan jalan.
* Tidak ada retribusi masuk ataupun parkir.
2 Comments
walah malah baru tahu kalo moonumen perjanjian giyanti disini mas hehe
ReplyDeletedoh masih harus baca-baca lagi sepertiya. oiya kalo yang di Salatiga itu pa amas, pernah denger ada hubungannya dengan perjanjian giyanti
Iya, masih lanjutan konflik pengaruh dari perjanjian Giyanti.
DeleteSing di Salatiga iku Perjanjian Salatiga yang membagi Surakarta jadi dua kekuasaan, Kasunanan dan Mangkunegaran.