Setuponan (lagi)

Setu pon...
Yaa, acara wajib setu wengi ketika hari pasaran jatuh pada Pon adalah leyeh-leyeh di Pendopo Prangwedanan Mangkunegaran. Setiap selapan atau 35 hari sekali pada sabtu pon diadakan acara Setuponan (kecuali jika bertepatan dengan bulan Ramadhan karena memang jika bulan Ramadhan tidak diperkenankan menggelar acara di Pura Mangkunegaran) untuk memperingati hari lahir KGPAA Mangkunagara IX yang jatuh pada hari setu pon.
Seperti biasanya dalam acara ini menampilkan sajian pentas seni. Malam ini acara Setuponan menampilkan tiga sajian. Pertama adalah Tari Gambyong PKJT, kemudian Macapat, dan terakhir adalah pentas Wayang Orang.


Jangan ditanya (lagi) datang dengan siapa, yoo mesti dewe, hahaha. Sayang sekali para generasi muda diluar sana yang melewatkan sajian bernuansa budaya jawa seperti ini. Arkk, mungkin saja bagi mereka tidak menarik tapi bagiku sungguh menarik sekali sajian yang berbau budaya jawa seperti ini.
Ketika sampai di pendopo Prangwedanan ternyata sudah ramai sekali. Malam ini ada tamu dari alumni Teknik Sipil ITB. Tak jauh beda dengan Setuponan yang lalu, aku lebih suka untuk duduk lesehan di baris paling depan dan tak beda pula kanan kiri penuh dengan para fotografer yang sudah siap dengan DSLR-nya ---momen seperti ini marai baper pengen nyekel SLR maneh--- sedang aku yaa berbekal kamera smartphone.
Alunan tabuhan gamelan mulai terlantunkan dan rasa yang disampaikan tiap ketukan itu sungguh terasa. Lantunan gendhing Mijil Wedaringtyas menjadi penanda acara Setuponan ini dimulai.

Sajian pertama adalah Tari Gambyong PKJT yang dipentaskan oleh siswa SMKN 8 Surakarta dan Akademi Seni Mangkunegaran (ASGA).



Tari ini adalah tarian yang biasa digunakan untuk pembuka acara ataupun sebagai tari penyambutan. Gaya tarian Solo begitu terasa meski ada beberapa penari hilang gerak pandangan mata membuat sedikit melirik ke arah teman yang lain tapi itu tidak menghilangkan gaya yang Solo banget. Setelah tari Gambyong ada sambutan dari direktur ASGA dan sambutan dari perwakilan alumni Teknik Sipil ITB.

Setelah sambutan dilanjutkan dengan Macapat dilantunkan oleh ASGA.



Jangan tanya macapat apa yang dibawakan, aku dewe yo ora mudeng, hehehe. Penyanyi macapatnya terdiri dari tiga lelaki dan dua perempuan yang kesemuanya berbusana beskap dan kebaya. Pakaian adat pria Solo itu disebut Beskap dan untuk Jogja disebut Surjan. Keduanya berbeda jadi jangan sampai salah menyebutkan atau bahkan salah memadupadankan pakaian. Pakai beskap tapi blangkonnya gaya Jogja itu jenenge kurang pener. Lantunan macapat ini begitu syahdu dengan iringan gamelan yang saling menyatu.

Terkahir adalah Wayang Orang yang dipentaskan oleh mahasiswa seni tari ASGA sebagai tugas akhir mata kuliah. Lakon yang diambil adalah Sang Antasena. Inti dari lakon ini adalah pencarian tentang jati diri Antasena. Suara gamelan menandakan Sang Antasena sudah dimulai. Dari kanan an kiri pendopo para pemain mulai masuk. Dibuka dengan dialog percakapan Antasena dan ibunya (Nagagini) dimana Antasena yang sudah tumbuh dewasa menanyakan siapakah ayahnya karena selama ini ia tak tahu siapa ayahnya. Kemudian datanglah Anantaboga (ayah Nagagini) yang memberi tahu semua bahkan Antasena adalah anak dari salah satu Pandawa dia adalah Werkudara. Setelah mendengarkan semuanya Antasena ingin segera menemui ayahnya.
Adegan beralih di kediaman Pandawa yang sedang membicarakan tentang kematian Sembadra tapi belum tahu siapakah pembunuhnya ---cerita lengkapnya lihat lakon Sembadra Larung.



Kemudian adegan berganti ke goro-goro. Para panakawan minus bagong kali ini, hehehe, menjadi obat tawa malam ini. Guyonan yang dibawakan memang guyonan lawas tapi itu masih bisa membuat kami tertawa karena penyampaiannya yang apik. Selain guyonan ada juga nasehat-nasehat yang disampaikan.


Tibalah Antasena dihadapkan Werkudara. Bukannya mendapatkan pengakuan tapi mendapat penolakan dari Werkudara ketika Antasena menjelaskan bahwa dirinya anak dari Werkudara. Tapi Antasena akan mendapat pengakuan dengan satu syarat yaitu dengan mencari siapa pembunuh Sembadra. Tak lama kemudian Antasena menyanggupinya dan pergi mencari pembunuhan Sembadra. Dipertengahan jalan Antasena bertemu dengan Gatotkaca. Mereka yang belum mengetahui satu sama lain siapa terjadi sedikit perselisihan diantara mereka berdua.
Adegan kemudian berganti dengan Buriswara yang menyesal, marah, dan kecewa pada dirinya sendiri dimana ia tak sengaja membunuh Sembadra. Datanglah sukma Sembadra yang telah dibangkitkan Antasena. Buriswara yang melihat itu sedikit tak percaya jika Sembadra masih hidup. Dirayu Buriswara oleh sukma Sembadra dan disaat lengah datanglah Antasena yang menghajar Buriswara. Pada akhirnya Buriswara diserahkan pada Prabu Kresna.
Dan yang terakhir adalah adegan dimana Antasena yang berhasil menjalankan perintah tadi berhasil mendapatkan pengakuan dari Werkudara bahwa ia memang benar-benar anak dari Werkudara.



Selesailah gelaran malam ini disambut dengan tepukan para hadirin.
Meski ada kode-kode yang jelas antara pemain wayang tetapi itu tidak mengurangi kecakapan waktu memerankan tokoh. Ada juga yang sedikit lupa dialognya. Dan beberapa pelakon wayang orang ini wajahnya tak asing bagiku, mereka sudah ada yang bermain di Wayang Orang Sriwedari.
Secara keseluruhan sangat puas Setuponan malam ini.

Sampai jumpa 35 hari kedepan.

Post a Comment

0 Comments