Setuponan: Sebuah Apresiasi dan Sebuah Pelestarian

Setuponan, salah satu agenda rutin yang diadakan di Puro Mangkunegaran setiap selapan atau setiap 35 hari sekali pada hari sabtu pon. Acara ini sebagai salah satu pelestarian budaya jawa juga sebagai peringatan weton (hari kelahiran) KGPAA Mangkunagoro IX yang jatuh pada hari sabtu pon berdasarkan kalender jawa.
Bertempat di Pendopo Bangsal Prangwedanan, acara ini menyajikan seni tari klasik ---tapi terkadang juga menampilkan yang berbau modern---. Tari klasik yang dibawakan adalah gaya Surakarta maupun gaya Mangkunegaran. Garap Surakarta/Mangkunegaran ini berbeda dengan gaya Yogyakarta meski berasal dari trah dinasti yang sama.

Pendopo Prangwedanan

Lumayan, sabtu kemarin tidak sendirian (lagi) menyaksikan acara ini ---biasane sih dewe, hahaha---.
Pementasan sabtu kemarin menyajikan empat tarian yaitu Tari Driasmoro, Tari Bondoyudo, Tari Harjunososro Sumantri, dan Tari Srikandi Burisworo. Lantunan gamelan menandai bahwa acara sudah dimulai.

Tarian pertama yang dibawakan adalah Tari Driasmoro. Kata Driasmoro berasal dari kata Driya yang berarti hati dan Asmara yang berarti asrama. Tari ini menggambarkan dua insan yang hatinya sedang dimabuk asmara. Tiap gerakan menggambarkan emosi, perasaan, ekspresi seseorang yang sedang kasmaran. Semerbak harum melati begitu terasa ketika penari wanita memasuki area pertunjukan dan ini membawa nuansa sakral yang sangat --- yang lebih aku suka sih penonton tak berisik, jadi lebih hikmat menikmatinya ---. Nuansa yang terbangun antara kedua penari ini begitu terasa, bagaimana seseorang yang sedang dimabuk asmara itu sangat tersampaikan. Aku sendri paling suka ketika perempuan memakai busana basahan solo, nampak begitu cantik santun, juga elegan terlebih jika dipadukan dengan ronce melati tibo neng dodo --- salah satu kepengenan sih kalau nikah pakai adat busana ini, hahaha ----.

Tari Driasmoro

Tari yang kedua adalah Tari Bondoyudo. Tari ini termasuk dalam jenis tari wireng dari kata wira dan aeng. Wira yang artinya Perwira dan Aeng berarti Prajurit jadi kurang lebih tari jenis ini bercerita tentang prajurit yang ketangkasannya linuwih.Tari ini menggambarkan prajurit yang sedang berlatih untuk perang dengan gerakan-gerakan yang mendeskripsikan ketangkasan-ketangkasan dalam berperang.

Tari Bondoyudo

Selanjutnya adalah Tari Harjunososro Sumantri. Tari ini termasuk jenis tari pethilan yaitu tari yang mengambil alur dari cerita pewayangan. Tari Harjunososro Sumantri ini mengambil lakon dalam kisah Sumantri Ngenger. Kurang lebih bercerita tentang Bambang Sumantri ngenger kepada Prabu Arjunososrobahu.
Dari keempat tarian yang disajikan tarian ini yang menjadikan merinding sepanjang pertunjukan bukan karena penari seorang guru tari sekaligus sarjana seni tari tapi karena attitude-nya ketika membawakan sebuah tarian. Begitu mendalami setiap gerakan dari ekspresi, liuk tubuh, cara berdiri yang gaya solo bgt, sampai sorotan mata ditiap gerakan itu sangat terasa terlebih disaat adegan "berseteru". Ronce melati di keris satu per satu berhamburan dan memenuhi latar pertunjukan dan harumnya melati bertambah terasa, itu bagiku ada aura tersendiri --- bagaimana ronce melati itu bisa ada di keris baca saja kisah Arya Penangsang ---.

Tari Harjunososro Sumantri

Tari terakhir yang dipertunjukkan adalah Tari Srikandi Burisworo. Tari ini juga termasuk dalam tari jenis pethilan. Diambil dari kisah Sembadra Larung dan berfokus pada pertemuan Srikandi dan Burisworo ketika Burisworo tidak "sengaja" membunuh Dewi Sembadra.
Penggambaran ekspresi bisa aku rasakan. Ketika Burisworo merasa ketakutan namun juga merasa begitu kecewa karena ia secara tidak sengaja membunuh wanita pujaannya begitu juga ketika Srikandi mengetahui bahwa Sembadra mati ditangan Burisworo. Ekspresi marahnya sangat terasa. Aku sendiri sih suka dengan gaya bicara Srikandi rodo kemayu-kemayu piye ngono, hahaha.

Tari Srikandi Burisworo

Keseluruhan sangat menikmati acara ini. Begitu jawa banget. Mungkin jika mau sesekali datanglah ke acara ini toh acara ini juga gratis lagipula tak ada salahnya ikut melestarikan budaya kita sendiri. Kita sebagai masyarakat, cara paling sederhana untuk tetap melestarikan budaya kita ya dengan menontonnya jika ada gelaran seperti ini.

"jangan salahkan orang atau negara lain ketika mengklaim budaya kita sedang kita sendiri tidak mejaga budaya itu sendiri"

Post a Comment

0 Comments